Rabu, 25 Februari 2015

Jubah ala Nabi Muhammad atau Abu Jahal?



Jubah ala Nabi Muhammad atau Abu Jahal?
Oleh:
Itsnaatul Lathifah

Setiap malam Rabu Kang Mus (panggilan akrab Kang Musthofa) mendapat bagian jaga di pos ronda samping warung kopi milik Pak No. Biasanya, banyak warga kampung yang nongkrong di pos ronda sembari ngopi di warung kopi itu. Banyak yang dibicarakan di sana, mulai dari sapi Pak Men yang habis lahiran, ustad yang nginjak kepala, KPK yang sita sana-sini sampai konflik Rusia-Ukraina. Di kampung itu, pos ronda memang memiliki peranan penting sebagai media bersosialisasi antarwarga, sekedar beramah tamah atau membahas hal-hal yang menyangkut eksistensi mereka.
Di kala Kang Mus jaga, pos ronda itu semakin penuh dengan warga. Memang Kang Mus terkenal dengan sifatnya yag ramah serta keilmuan yang luas bak samudera. Meski dalam kesibukan yang luar biasa, Kang Mus selalu meluangkan waktu untuk agenda rondanya di malam Rabu.
Malam itu pembicaraan antara Kang Mus dengan warga diawali dengan celetukan Kang San (panggilan akrab Kang Hasan) di tengah-tengah keriuhan pos ronda.
“Kang Mus, ayo kita bahas soal tata krama berbusana”, pinta Kang San bersemangat.
“Pie? Apa yang mau dibahas?”, respon Kang Mus sembari menikmati singkong goreng yang menjadi suguhan wajib di pos ronda.
“Kang, menurut panjenengan berbusana yang baik ala Islam itu apa?”
“Lha menurutmu apa Kang San?” Bukannya menjawab, Kang Mus justru bertanya balik dengan Kang San. Memang begitulah metode Kang Mus dalam mendidik warganya, selalu menjelaskan sesuatu yang diawali dengan pertanyaan. Biar tidak terkesan menggurui, metode seperti ini juga efektif  untuk mempertajam pemikiran warganya, agar selalu berpikir logis dan kritis.
“Begini Kang Mus, saya beranggapan berbusana yang baik ya seperti kanjeng Nabi, pakai  jubah juga sorban.” Jawab Kang San singkat.
“Lantas, mengapa Kang San tidak memakai busana demikian ?” Kang Mus merespon Kang San dengan pertanyaan lagi.
“Saya bingung Kang Mus. Kata orang-orang berbusana yang baik ya...pakai jubah dan sorban seperti kanjeng Nabi, tapi Kang Mus kok berbusananya tidak demikian? Lha saya kan niru kang mus.” Memang begitulah Kang San, pemuda polos yang banyak tanya dan selalu manut dengan Kang Mus.
“Hahaha...” Gelegar tawa Kang Mus dan para warga yang dari tadi menyimak jawaban Kang San.
“Begini Kang San, berbusana itu yang penting tidak menyalahi aturan agama, toh bukan berarti harus sesuai dengan Nabi yang pakai sorban. Bisa jadi lho Kang San, orang yang berjubah dan bersorban itu tidak meniru Nabi.” Jawaban Kang Mus semakin membuat Kang San bingung.
”Lantas niru siapa Kang Mus..?”, tanya Kang San penasaran.
“Ya niru Abu Jahal”, jawab Kang Mus singkat.
“Aku semakin bingung Kang Mus, kok bisa,..?” 
“Ya bisa. Sebab begini Kang San, orang yang berjubah dan bersorban kemudian meneriakkan nama Allah lantas mengacung-ngacungkan senjata, menghina orang, menuduh orang kafir, bertindak anarkis itukan mirip Abu Jahal. Kesan yang ditimbulkan bukannya seperti Nabi yang membawa kedamaian, justru membawa kerisauan dan ketakutan dimana-mana”, jelas Kang Mus dengan senyum yang khas.
“Lantas...bagaimana berbusana yang seharusnya Kang,..?”, tanya Kang San kurang puas.
“Begini, memakai jubah dan sorban merupakan sunnah Nabi yang tidak harus kita tiru. Sebab apa yang dipakai Nabi merupakan tampilan dari budaya Nabi, Nabi berpakaian sesuai dengan local wisdom bangsa Arab. Buktinya Abu Jahal juga memakai pakaian yang sama dengan Nabi. Saya yakin seandainya Nabi turunnya bukan di Arab, misalkan di jawa, pastilah Nabi akan menggunakan blankon, berbaju batik dan memakai sarung. Berbusana itu terserah yang penting tidak melanggar aturan agama dan aturan yang berlaku di masyarakat.”, jelas Kang Mus.
Kang San pun manggut-manggut dan senyum-seyum tertanda puas dengan penjelasan yang diberikan oleh Kang Mus.

Wallaahu a’lam bisshowaab. . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar