Rabu, 07 September 2016

HADITS (491) TIGA PERKARA YANG MEMUDAHKAN HISAB DAN MASUK SURGA

Dipresentasikan oleh:
Ishmatul Maula


ثلاث من كن فيه حسابه الله حسابا يسيرا , وادخله الجنه تعطي من حرمك و تعفو عمن ظلمك
وتصل من قطعك (رواه الحاكم عن ابي هريره )

Artinya: “Tiga perkara yang ketika ada dalam diri seseorang maka Allah SWT. akan menghisabnya dengan hisab yang mudah dan memasukkannya ke dalam surga: kamu memberi kepada orang yang menghalangimu, memaafkan orang yang berbuat zalim kepadamu, menyambung tali silaturahmi kepada orang yang memutusnya.” (HR. Al-Hakim).

Hadis ini membahas mengenai sifat-sifat calon penghuni surga, bahwa ada tiga perkara yang bisa menjadikan nasib kita baik di Akhirat: Pertama, memberi kepada yang tidak pernah memberi atau bahkan yang menghalangi hak kita. Kalau kita memberi kepada orang yang pernah memberi dan berbuat kebaikan kepada kita, secara kebiasaan itu adalah hal yang dianggap lumrah adanya. Lumrah ketika kebaikan dibalas dengan kebaikan. Namun memberi kepada orang yang tidak pernah memberi atau bahkan menghalangi hak kita, inilah sikap yang sangat mulia. Tidak semua kita mampu melakukannya.  
Kedua, memaafkan orang yang pernah menzalimi kita. Sikap ini juga bukan hal yang gampang dilakukan oleh setiap orang. Perlu kekuatan jiwa yang tercermin pada sifat sabar dan membuang dendam serta berharap imbalan dari Allah SWT.  Allah SWT. berfirman: “dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai Keuntungan yang besar.  (Fusshilat: 34-35). Dalam ayat lain disebutkan: “maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim”. (Asy Syuraa: 40).
Imbalan yang diberikan Allah SWT. begitu besar sehingga Al-Qur’an menyebutnya dengan keuntungan yang besar. Dan Sifat pemaaf menjadikan seseorang terhormat baik di mata Allah SWT. maupun di mata manusia. Rasulullah Saw. bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah:

وما زاد الله عبدا بعفو إلا عزا
 “Allah SWT. hanya menambah kemuliaan bagi seseorang sebab memberi maaf”. (HR. Muslim).
Sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Saw. ketika Fathu Mekah. Setelah Rasul dan para Sahabat memiliki kekuatan di Madinah dan ingin membuka Mekah. Kufar Quraisy Mekah yang seringkali menganiaya dan bahkan berupaya membunuh Rasul Saw. dan para Sahabat merasa panik dan cemas; bahwa Rasul Saw. dan para Sahabat akan membalas dendam. Itulah yang dikatakan oleh Sa’ad bin Ubadah Al-Anshori: “hari ini hari potong daging, hari ini Allah akan menghinakan Quraisy”. Mendengar perkataan itu Rasulullah Saw. langsung meluruskan dan bersabda: “hari ini adalah hari kasih sayang, hari ini Allah memuliakan Quraisy dan mengagungkan Ka’bah”. Sifat pemaaf tidak menggambarkan kelemahan seseorang, justru sifat tersebut mengisyaratkan kekuatan karakter. Sifat pemaaf yang sebenarnya adalah ketika seseorang mudah memaafkan orang lain tetapi ia mampu untuk membalas. Ia memaafkan dalam kondisi kuat, tidak lemah. 
Ketiga, menyambung silaturahmi kepada orang yang memutusnya. Alangkah mulianya sifat ini. Inilah makna hakiki dari seorang yang disebut sebagai al-washil (penyambung tali silaturahmi) oleh Rasulullah Saw. Sabda beliau berbunyi:  

ليس الواصل  بالمكافئ  ولكن الواصل الذى اذا قطعت رحمه  عن عبدالله ابن عمري بن العاص رض عن النبي ص قال:

وصلها. (البخا ري, في الترغيب و التر هيب )
Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash RA, Nabi SAW bersabda : “ Bukanlah yang disebut al-washil (orang yang menyambung silaturahmi) itu orang yang membalas kebaikan dengan sepadan, namun menyambung persaudaraan itu adalah jika kerabatnya memutuskan hubungan, dia menyambungnya. “  (HR. Bukhari, dalam Targhib wat Tarhib).
Beberapa hal yang bisa kita ambil hikmah dari hadis ini adalah dengan menanamkan akhlaq terpuji seperti mau memberi kepada orang lain tanpa memandang orang itu berperilaku baik atau buruk tehadap kita, mau memaafkan orang yang pernah mendholimi kita, serta mau menyambung tali silaturrahmi yang terputus.



Rabu, 24 Agustus 2016

HADITS (487) KEUTAMAAN PEDAGANG YANG JUJUR DAN AMANAH




Dipresentasikan oleh: Vicky Fithrotun Nisa

التَّاجِرُ الأَمِينُ الصَّدُوقُ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ

Artinya : “Pedagang yang jujur dan amanah beserta para nabi, orang-orang yang shiddiq, para syuhada’, dan sholihin.” –HR. At Tirmidzi
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan seorang pedagang yang memiliki sifat-sifat ini, karena dia akan dimuliakan dengan keutamaan besar dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah SWT, dengan dikumpulkan bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat. Imam ath-Thiibi mengomentari hadis ini dengan mengatakan, “Barangsiapa yang selalu mengutamakan sifat jujur dan amanah, maka dia termasuk golongan orang-orang yang taat (kepada Allah SWT); dari kalangan orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid, tapi barangsiapa yang selalu memilih sifat dusta dan khianat, maka dia termasuk golongan orang-orang yang durhaka (kepada Allah SWT); dari kalangan orang-orang yang fasik (buruk/rusak agamanya) atau pelaku maksiat”.
            Beberapa faidah penting yang dapat kita petik dari hadits ini :
1        Maksud sifat jujur dan amanah dalam berdagang adalah dalam keterangan yang disampaikan sehubungan dengan jual beli tersebut dan penjelasan tentang cacat atau kekurangan pada barang dagangan yang dijual jika memang ada cacatnya.
2        Kata التَّاجِرُ (pedagang) tidak dimaksudkan hanya untuk para pedagang, tetapi juga semua sektor pekerjaan, seperti petani, guru, pegawai, dll.
3        Jika pedagang tidak jujur maka akan mendapat dosa dan laknat Allah.
4        Sebab yang menjadikan perdagangan dan jual beli menjadi tidak berkah adalah karena ada sumpah di dalamnya, contohnya ketika pedagang mengatakan, “Sumpah, buah ini rasanya manis (meskipun kenyataannya memang manis).
5       Maksud dari keutamaan dalam hadis ini: “…bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat (nanti)” bukanlah berarti derajat dan kedudukannya sama persis dengan derajat dan kedudukan mereka, tapi maksudnya dikumpulkan di dalam golongan mereka, sebagaimana firman Allah SWT :

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا. ذَلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ عَلِيمًا
Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan (dikumpulkan) bersama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: para nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.” (QS An-Nisaa’: 69-70)

HADITS (486) BERSIKAP PELAN-PELAN (TIDAK TERGESA-GESA) KECUALI UNTUK PERKARA AKHIRAT


Dipresentasikan oleh: Diana Dwi S

التؤدة في كل شيء خير الا في عمل الاخرة
Artinya : “Pelan-pelan dalam segala sesuatu lebih bagus kecuali dalam hal pekerjaan urusan akhirat.” –HR. Abu Dawud

Jadi pelan-pelan atau sabar itu khusus untuk perkara dunia, sedangkan dalam urusan akhirat, berbuat kebaikan, atau mendekatkan diri kepada Allah hendaknya kita menyegerakan.
Allah menjelaskan dalam firmannya dalam surat Al-baqoroh ayat 148 dan surat Al-imran ayat 133
Kata التؤدة  dalam Al-qur’an dapat dimaknai sebagai sabar, memaafkan, memudahkan atau membuat senang, serta lembut. Atau secara mudahnya bisa kita artikan tidak tergesa-gesa.
Sabar adalah suatu sikap menahan emosi dan keinginan, serta bertahan dalam situasi sulit dengan tidak mengeluh. Sabar merupakan kemampuan mengendalikan diri yang juga dipandang sebagai sikap yang mempunyai nilai tinggi dan mencerminkan kekokohan jiwa orang yang memilikinya. Intinya adalah pelan-pelan atau sabar dalam menghadapi cobaan, mampu mengendalikan diri dan tidak mengeluh.
Yang di maksud dengan pelan-pelan/sabar dalam urusan dunia adalah sabar saat mendapatkan cobaan atau ujian dari Allah. Dikatakan pada hadist ini sabar kecuali dalam urusan akhirat atau mendekatkan diri kepada Allah. Contohnya adalah seperti sholat, mengaji, bersedekah kita dianjurkan untuk menyegerakan atau tidak menunda-nunda.
Ayat pendukung hadits ini adalah Quran Surat Ali Imran ayat 133, yang artinya, “Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa.”
Ini berarti dalam urusan kebaikan juga akhirat, wajib bagi kita untuk mendahulukan pribadi sebelum orang lain. Allah memberikan banyak contoh mengenai hal ini, salah satunya seperti doa dalam Quran yang kerap kita lantunkan, ‘rabbi –ghfirlii wa liwaalidayya wa –rhamhumaa kamaa rabbayaanii shogiiroo’. Dalam doa ini, kita memohon ampunan untuk diri kita terlebih dahulu, baru kemudian memohonkan ampun untuk orang tua.
Hadits ini mengajarkan kita untuk menentukan prioritas, mana yang harus didahulukan/disegerakan dan mana yang harus dilakukan dengan tidak tergesa-gesa.

HADITS (476) ANJURAN MENINGGALKAN KESENANGAN DUNIA


Dipresentasikan oleh: Naily Fitri


تَفَرَّغُوْا مِنْ هُمُوْمِ الدُّنْيَا مَاسْتَطَعْتُمْ، فَاِنَّهُ مَنْ كَانَتْ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّهِ أَفْشَى اللهُ تَعَالَى ضَيْعَتَهُ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ، وَمَنْ كَانَتْ الْأَخِرَةُ أَكْبَرَ هَمِّهِ جَمَعَ اللهُ تَعَالَى لَهُ أَمْرَهُ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ، وَمَا أَقْبَلَ عَبْدٌ بِقَلْبِهِ اِلَى اللهِ تَعَالَى اِلَّا جَعَلَ اللهُ قُلُوْبَ الْمُؤْمِنِيْنَ تَفِدُ اِلَيْهِ بِالْوُدِّ وَالرَّحْمَةِ، وَكَانَ اللهُ تَعَالَى بِكُلِّ خَيْرٍ اِلَيْهِ أَسْرَعُ.

Artinya :
“Jauhilah kalian semua dari kesenangan dunia selagi kalian mampu, karena barang siapa terlalu besar kecintaannya terhadap dunia maka justru Allah akan menyia-nyiakannya, dan kefaqiran yang akan ia hadapi, dan barang siapa lebih besar kecintaannya terhadap akhirat maka Allah akan memudahkan urusannya, dan menjadikan kaya hatinnya, hati seorang hamba tidak akan menghadap kepada Allah kecuali Allah menghadirkan hatinya orang-orang mukmin dengan rasa cinta dan kasih sayang, serta Allah mempercepat segala kebaikan baginya.”-HR Ath Thabraniy dari Abu Darda’

Di hadits lain disebutkan, dari Zaid bin Tsabit RA. beliu berkata: kami mendengar Rosulullah bersabda :
من كانت الدنيا همه فرق الله عليه أمره وجعل فقره بين عينيه ولم يأته من الدنيا الا ما كتب له ومن كانت الأخرة نيته جمع الله له أمره وجعل غناه في قلبه و أتته الدنيا و هي راغمة
“Barang siapa yang menjadikan dunia menjadi tujuan utamanya maka Allah akan mencerai beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/ tidak pernah merasa cukup selalu ada di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barang siapa menjadikan akhirat sebagai tujuan utamanya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/ selalu merasa cukup ada dalam hatinya, dan harta benda duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai dihadapannya).”
Faedah penting yang terpenting dari 2 hadits tersebut diatas adalah :
·         Orang yang cinta terhadap akhirat akan memperoleh rizki yang telah Allah tetapkan baginya di dunia tanpa bersusah payah, berbeda dengan orang yang terlalu berambisi mengejar dunia tanpa bersusah payah, dia akan memperolehnya dengan susah payah lahir dan batin. Salah satu ‘Ulama’ salaf berkata, “Barang siapa yang mencintai dunia (secara berlebihan) maka hendaknya dia mempersiapkan dirinya untuk menanggung berbagai macam musibah (penderitaan).”
·         Imam ibn Qoyyim al-Jauziyah berkata : Orang yang mencitai dunia (secara berlebihan) tidak akan lepas dari tiga macam penderitaan :
1.      Kekalutan pikiran yang selalu menyertainya
2.      Kepayahan yang tiada henti 
3.      penyesalan yang tiada berakhir
Hal ini dikarenakan orang yang mencintai dunia secara berlebihan manakala telah mendapatkan sebagian dari harta duniawi maka nafsunya tidak pernah puas dan terus berambisi mengejar yang lebih, sebagaimana Rosulullah bersabda, “Seandainya seorang manusia memiliki dua lembah yang berisi harta (emas) maka dia pasti berambisi mencari lembah harta yang ke tiga.”
·         Kekayaan haqiqi adalah kekayaan dalam hati/jiwa. Rosulullah bersabda, “Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda, tetapi kekayaan yang haqiqi adalah kekayaan dalam jiwa.”
·         Kaya hati adalah senang dan ridlo dengan apa yang Allah takdirkan. Jika dicoba maka ia sabar, diberi rezeki sedikit ia qona’ah, diberi rezeki banyak ia bersyukur.
·         Kebahagiaan hidup dan keberuntungan di dunia dan akirat hanyalah bagi orang yang cinta kepada Allah dan hari akhir, sebagimana sabda Rosululoh, “Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk islam, kemudian mendapatkan rizki yang secukupnya dan Allah menganugrahkan kepadanya sifat qona’ah (meras cukup dan puas) dengan rizki yang Allah berikan kepadanya.”
·         Allah berfirman:
Ø  Didalam surat Asy-Syura ayat 20
من كان يريد الأخرة نزد له في حرثه ومن كان يريد حرث الدنيا نؤته منها وما له في الأخرة من نصيب
“ barang siapa menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambahkan keuntungan itu baginya, dan barang siapa menghendaki keuntungan di dunia kami berikan kepadanya sebagian darinya ( keuntungan dunia), tetapi dia tidak akan mendapat bagian di khirat.”
·         Ni’mat bagi orang yang menjadikan akhirat sebagai tujuan utamanya:
1.      Allah mempersatukan urasannya (urusannya lancar)
2.      Allah akan memberikan kekayaan hati
3.      Dunia akan datang kepadanya dalam keadaan tunduk
·         Akibat bagi orang yang menjadikan dunia sebagai tujuan utamanya:
1.      Allah akan mencerai beraikan urusannya
2.      Kemiskinan akan selalu menghantuinya
3.      Dunia akan menjauhinya
·         Ciri orang yang berorientasi kepada akhirat:
1.      Rasa takut dan sedih sebab akhirat
2.      Tekun dalam beramal untuk akhirat
3.      Melihat kematian serta membayangkan bagaiman kematian yang sesungguhnya
·         Sebab yang menghalangi dari mengingat akhirat:
1.      Mengejar dan berambisi terhadap dunia
2.      Tidak pernah mengingat mati serta kedahsyatan hari kiamat
3.      Merasa aman dalam keadaan sehat