Selasa, 30 Desember 2014

ANJURAN BERBUAT BAIK DALAM SEGALA HAL



RANGKUMAN HADITS NO. 353 & 354
(مختار الأحاديث النبوية)

Oleh:
Maylissabet

بسم الله الرحمن الرحيم
Hadis No. 353:
 إن الله تعالى كتب الإحسانَ على كل شيء, فإذا قتلتم فأحسنوا القِتْلَةَ, وإذا ذبحتم فأحسِنوا الذِّبحة, وليحِدَّ أحدُكم شفرته, وليُرِحْ ذبيحته. روا مسلم
Terjemah:
Sesungguhnya Allah Ta’ala telah mewajibkan berbuat baik terhadap segala sesuatu, maka apabila kalian membunuh, dan menyembelih, maka janganlah terlalu kasar dalam menyembelih. Hendaknya seseorang di antara kalian menajamkan pisaunya dan hendaknya ia tidak terlalu berbuat kasar terhadap hewan sembelihan. (HR. Imam Muslim)

Penjelasan Hadits:
Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna di antara makhluk-makhluk yang lain, memberikan isyarat bahwa manusia seharusnya memiliki prilaku yang paling baik pula di antara makhluk yang lain. Hadits di atas menunjukkan agar manusia selalu berprilaku baik terhadap siapapun, karena Allah telah memerintahkan untuk berbuat baik melalui hadits di atas. Tidak cukup hanya dengnan hadits Allah memerintahkan berbuat baik, Allah juga memerintahkan manusia untuk berbuat baik melalui ayat-ayatNya:
إن الله يأمركم بالعدل والإحسان[1]
Di ayat yang lain pula Allah kembali memerintahkan untuk berbuat baik, sebagaimana firmanNya:
وأحسنوا إن الله يحب المحسنين[2]
Redaksi berbuat baik dalam hadits maupun ayat di atas menggunakan kata الإحسان, yang berarti melakukan hal yang terbaik, dan tidak mengaharap imbalan atau apapun. Oleh karena itu, manusia hendaknya selalu mencerminkan kebaikan dalam seluruh perbuatannya. Pentingnya berbuat baik ini tanpa mengenal pengecualian, baik terhadap makhluk yang berupa binatang, alam, serta baik terkait tata cara membunuh sekalipun. Di samping itu, batasan berbuat baik yang dimaksud oleh dalil di atas adalah perbuatan-perbuatan yang dinilai baik oleh syari’at Islam, bukan menurut manusia maupun adat yang berlaku.
Anjuran wajib dalam redaksi Hadits di atas menggunakan kata علىyang berarti, berbuat baik kepada segala sesuatu itu bersifat harus. Jika perintah berbuat baik itu ditinggalkan, maka konsekuensinya akan mendapat dosa. Hal ini dikarenakan, apabila manusia tidak berbuat baik, berarti manusia telah menzholimi sesama manusia itu sendiri ataupun menzholimi hewan, benda, tumbuhan dan lain-lain. Ketika seseorang tidak berbuat baik, maka orang tersebut berarti meninggalkan perintah kewajiban untuk berbuat baik.
Di hadits tersebut juga memaparkan tentang pembunuhan. Pembunuhan dalam hadits di atas cenderung bersifat lebih umum, jadi meliputi penyembelihan sekalipun. Pembunuuhan itu pun memang dilakukan bagi untuk orang-orang yang memang dibolehkan untuk dibunuh. Pembunuhan menurut hadits di atas maksudnya adalah tidak mengandung unsur penganiayaan ataupun penyiksaan. Baik membunuh maupun menyembelih harus tetap dengan cara yang baik. Contohnya terkait dengan penyembelihan, maka sebaiknya orang yang menyembelih harus menggunakan pisau yang benar-benar tajam, tidak menyereta hewan yang akan disembelih, tidak diletakkan di atnah yang keras, kemudian menunggu sampai hewan yang disembelih benar-benar mati, baru kemudian hewan tersebut dikuliti.
Dari hadits di atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, pertama: bahwa kasih sayang dan rahmat Allah itu meliputi seluruh makhluknya. Kedua: berbuat baik bagi seluruh makhluk harus menjadi prinsip hidup manusia dengan tanpa mengharap imbalan. Ketiga: syari’ah Islam sama sekali tidak mengenal ajaran yang mengandung unsur penganiayan terhadap makhluknya.




Hadis No. 354:
إن من أكبر الكبائر أن يلعن الرجل والديه, قيل يا رسول الله و كيف يلعن الرجل والديه؟ قال يسبُّ الرجل أبا ألأرجل فيسبُّ أباه ويسبُّ أمه. رواه البخارى
Terjemah:
Sesungguhnya yang termasuk paling besarnya dosa besar adalah seseorang yang melaknat kedua orang tuanya. Sahabat bertanya kepada Rasulullah, bagaimana seseorang itu dikatakan melaknat kedua orang tuanya? Rasulullah menjawab, seseorang yang mencela ayah orang lain, maka sama halnya dengan orang tersebut mencela ayah dan ibunya sendiri. (HR. Imam Bukhari).

Penjelasan Hadits:
Hadits di atas menunjukkan betapa tingginya posisi orang tua di sisi Allah, sehingga ketika seseorang melaknat orang tua, maka orang tersebut dianggap melakukan dosa yang paling besar di antara dosa-dosa besar yang lain. Melaknat orang tua menurut hadits di atas digambarkan ketika seseorang mencela orang tua orang lain, maka sama halnya orang tersebut mencela orang tuanya sendiri. Tidak hanya dalam hal melaknat, dalam segala hal yang berhubungan dengna orang tua, maka anak seharusnya selalu bersikap baik kepada orang tua. Ada tiga katagori berbuat baik kepada orang tua yang harus selalu dilaksanakan oleh seorang anak, yakni:
Ø معروف : artinya berbuat baik yang sesuai dengan budaya yang ada.
Hal ini dapat meliputi berbuat baik secara syari’ah, adat, Undang-Undang dan akal. Hal ini tidak hanya ditujukan untuk orang tua, akan tetapi kepada orang lain pula. Perbuatan معروف ini dapat terwujud seperti memberi nafkah untuk orang tua. Berbuat baik dalam bentuk معروف dituangkan dalam ayat al-Qur’an, yakni
وإن جاهداك على أن تشرك بي ما ليس لك به علم فلا تطعهما وصاحبهما في الدنيا معروفا[3]
Ø برّ : artinya berbuat baik yang sifatnya lebih luas daripada معروف.
Hal ini berarti berbuat baik lebih dari sekedar yang diatur oleh  syari’ah, adat, Undang-Undang dan akal. Perbuatan برّ ini dapat terwujud seperti menyuapi orang tua. Berbuat baik dalam bentuk برّ dituangkan dalam ayat al-Qur’an, yakni:
 وبرّا بوالديه ولم يكن جبارا عصيا[4]
Ø الإحسان: artinya berbuat baik yang sangat istimewa (terbaik), dan tanpa mengharap balasan maupun pujian.
Perbuatan الإحسان ini dapat terwujud seperti mempersembahkan sesuatu yang disenangi oleh orang tua. Berbuat baik dalam bentuk الإحسان dituangkan dalam ayat al-Qur’an, yakni:
وقضى ربك ألا تعبدوا إلا إياه و بالوالديه إحسانا[5]
Tiga katagori perbuatan baik di atas, sudah seharusnya dilakukan seorang anak kepada orang tuanya.  Hal ini dikarenakan Ridha Allah ada pada ridho kedua orang tua. Apabila seorang anak tidak mendapat ridho orang tua dalam tindak tanduknya, maka secara otomatis Allah pun tidak meridhoi tindak tindak anak tersebut. Ketika allah tidak meridhoi, maka segala tindak tindak yang dilakukan oleh anak tidak akan ada nilainya (sia-sia)/ tidak berkah. Oleh karena itu, segala tindak tanduk baik yang bersifat pribadi maupun tidak, baik yang sekiranya telah dilarang oleh orang tua ataupun tidak, ada baiknya selalu dibicarakan dengan orang tua secara baik-baik, agar ridho orang tua selalu mengalir mengiringi langkahnya.
Dari hadits di atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, bahwa pertama, perintah untuk menghormati orang tau yang bersifat umum, tidak hanya orang tua kita sendiri. Kedua, perintah berbuat baik kepada orang tua sangat dekat dengan perintah menyembah Allah, dan menghormati orang tua, sama halnya dengan menghormati Allah. Ketiga, alasan buruk apapun yang diajukan oleh anak, tidak boleh sampai mengucapkan kata-kata buruk pada orang tua, sehingga segala sesuatu harus dibicarakan secara baik-baik dengan orang tua.   


[1] An-Nahl (16): 90.
[2] Al-Baqarah (2): 195.
[3] Luqman (31): 15.
[4] Maryam (19): 14.
[5] Al-Isra’ (17): 23.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar