RINGKASAN
KAJIAN KITAB
(مَوْعِظَةُ الْمُؤْمِنِيْنَ)
بسم الله الرحمن الرحيم
Jum’at, 1 Mei 2015
Dijelaskan Oleh: Ustadz Ihsan
HAK KETIGA (KEPADA SAUDARA) BERHUBUNGAN DENGAN LISAN
Iman seseorang dikatakan
sempurna yaitu ketika ia memperlakukan saudaranya seperti ia memperlakukan
dirinya sendiri. Salah satu contohnya yaitu ketika seseorang mempunyai aib,
maka ia akan sebisa mungkin menutup aibnya tersebut sehingga tidak ada satu
orangpun yang tahu. Begitupun ketika ia mengetahui aib orang lain, maka ia akan
melakukan hal yang sama. Menceritakan aib orang lain penyebabnya adalah adanya
sifat dendam dan dengki yang mengotori hati orang tersebut.
Terdapat sebuah hadits
yang mengatakan bahwa. “Barangsiapa menutup aib saudaranya, maka Allah akan
menutup aibnya di dunia dan di akhirat.” Orang dikatakan merdeka yaitu
ketika ia mengetahui aib orang lain namun segera mengkubur dalam-dalam (segera
melupakan) aib tersebut.
Pesan Abdullah bin Abbas:
1) Jangan sekali-kali
menyiarkan atau menyebarkan rahasia.
2) Jangan berbuat ghibah.
Teman yang baik adalah ia yang tidak membicarakan orang lain saat bersama
kita, dan tidak membicarakan kita saat bersama orang lain.
3) Jangan berdusta.
4) Jangan berbuat maksiat.
5) Jangan mengkhianati.
Satu kalimat dalam lima
hal tersebut di atas itu lebih baik dari seribu amalan sunnah.
Menurut Imam Ghazali,
orang yang mendengarkan ghibah sama dosanya seperti melakukan ghibah itu
sendiri. Oleh karena itu, jika kita berada dalam suatu kumpulan yang di
dalamnya terdapat perbuatan ghibah, maka pergilah untuk menghindarinya. Atau
jika mampu, lakukanlah sesuatu agar perbuatan ghibah tersebut tidak
berkelanjutan. Seperti dengan mengingatkannya atau mengalihkannya pada
pembicaraan yang lain.
Hendaklah seseorang
menjauhi perdebatan yang tidak ada ujungnya. Ibnu ‘Abbas berkata, “Jangan
berdebat dengan orang bodoh, karena akan menyakitimu. Dan jangan berdebat
dengan orang halim (sabar), karena suatu saat orang tersebut akan memecahkanmu (mematahkan
argumenmu).”
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa
yang meninggalkan debat, maka jika orang bathil, ia berada di surga paling
bawah, sedang orang haq berada di surga paling atas.”
Ukuran dari hadits di
atas adalah pada saat respon pertama, ketika ia menghadapi situasi yang
memungkinkan terjadinya perdebatan. Perdebatan juga akan berakibat negatif,
yaitu membangkitkan dendam dan permusuhan khususnya dari pihak yang merasa
dirugikan atau dipermalukan. Betapa susahnya orang yang hidup saling
membelakangi (bermusuhan).
Konteks debat pada saat ini
seringnya bukan lagi pada kebenaran ilmu/intelektual, melainkan sebagai ajang
untuk saling menyalahkan.
Sebaik-baiknya marah
yaitu ketika agama dihina. Mayoritas orang akan marah saat dirinya dihina,
dengan dalih menjaga harga diri, kehormatan diri, dan sejenisnya. Mereka menganalogikan
misalnya, “Cacing saja jika diinjak akan jelalatan”. Namun hal itu
tidaklah bijak. Menahan amarah pada saat direndahkan memang sangat sulit, namun
jika kita mampu untuk menahannya tentu akan mendapatkan balasan sesuai dengan
usahanya tersebut. Allah Maha Adil.
Cobalah belajar menjadi halim,
yaitu bijak, murah hati, sabar, dan penuh santun.
Debat atau perdebatan
mempunyai dua sisi dosa. Bagi si pemenang, maka akan muncul sikap takabur. Sedangkan
bagi yang kalah, maka akan (merasa) terhina. Oleh karena itu, tidak ada
kebaikan dalam perdebatan.
Terdapat sebuah hadits
yang mengatakan, “Tinggalkanlah debat, karena manfaatnya sedikit dan
membangkitkan permusuhan dengan saudara.”
Jangan sampai seseorang
mempunyai musuh. Karena seperti pepatah, satu musuh itu lebih banyak dari
seribu kawan.
Perdebatan identik dengan
menonjolkan dirinya lebih pintar, mempunyai keutamaan, merendahkan dan
menampakkan kebodohan orang lain.
Terdapat juga sebuah
hadits yang mengatakan, “Jangan melakukan debat, termasuk banyak guyon
(bercanda) dengan sesama.” Jangan suka bercanda terlalu berlebihan karena
akan mengakibatkan kekecewaan dan penyesalan.
Ketika bertemu dengan
orang lain, janganlah menunjukkan wajah cemberut, tetapi harus menampakkan
wajah sumringah dan akhlak yang bagus. Bukan dengan harta.
Kesamaan perkataan,
perbuatan dan kasih sayang akan mempererat ukhuwah atau persaudaraan.
Tanya Jawab:
1. Bagaimana hukumnya ghibah
(membicarakan orang lain) namun dengan cara ditulis seperti pada buku Diary/
buku harian?
Jawab:
Hukumnya sama, karena dengan menulisnya otomatis otak akan mengingatnya dan
menuangkannya dalam bentuk tulisan. Hal itu justru lebih terpatri dalam ingatan
dan hati. KH. Zainal Abidin Munawwir ngendiko bahwasanya curhat atau
menceritakan masalah janganlah kepada orang lain. Orang dengan orang. Namun curhatlah
kepada Allah SWT yang Maha Besar.
Wallaahu a’lam bis showaab. . .