RANGKUMAN HADITS NO. 382, 383 & 384
(مختار
الأحاديث النبوية)
Dipresentasikan pada hari
Ahad, 12 April 2015
بسم الله الرحمن الرحيم
Hadits No. 382
Oleh: Lu’luatun Latifah
Hadits dan Terjemah:
أَوْحَى اللَّهُ تعا لى إلَى دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلامُ : أَنْ
قُلْ لِلظَّلَمَةِ : لَا يَذْكُرُونِي , فَإِنَّي أَذْكُرَ مَنْ يذَكَرَنِي ,
وَإِنَّ ذِكْرِي إيَّاهُمْ أَنْ أَلْعَنَهُمْ (رواه ابن عسا كر عن ابن عباس)
Allah mewahyukan kepada Nabi Daud AS:
Agar berkata kepada orang-orang yang dzalim, “Janganlah
mereka semua mengingatku. Maka sesungguhnya aku mengingat
kepada siapa yang mengingatku. Dan ingatanku kepada mereka adalah laknatku
kepada mereka.”
(HR. Ibnu ‘Asaakir dari Ibnu Abbas)
Penjelasan Hadits:
Kata zalim
atau zalimun berulang-ulang disebutkan dalam Al-Quran dengan berbagai
pengertian, yang hakekatnya adalah sikap atau tindakan dari orang-orang yang
tetap menolak dan memusuhi kebenaran ajaran Allah SWT meskipun telah diberi
penjelasan-penjelasan dengan cara yang baik.
Zalimun atau zalimin artinya adalah orang
yang aniaya (termasuk terhadap diri sendiri). Orang zalim adalah orang
yang tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya. Orang yang menghukum tidak
berdasarkan hukum yang adil. Orang yang bertindak tidak sesuai dengan permainan
yang telah dibuat atau diundangkan. Orang yang melanggar hak-hak asasi Tuhan
dan juga melanggar hak-hak asasi manusia.
Orang yang zalim
adalah orang yang melanggar perintah Allah SWT, berbuat apa yang bertentangan
dengan hati nurani yang suci, berbuat kejam, tidak syukur ni’mat,
menyia-nyiakan amanat, mengkhianati janji, berbuat menang sendiri, korupsi,
penyalahgunaan jabatan, berbuat zina, menyekutukan Allah SWT. Semua itu
termasuk perbuatan zalim. Intinya segala perbuatan yang menerjang nilai-nilai
agama dan nilai-nilai kemanusiaan disebut perbuatan zalim.
Hadits ini
sedikitnya menjelaskan kepada kita akan kemurkaan Allah terhadap orang-orang
yang dzalim yang sudah sangat melampaui batas. Seperti dicontohkan dalam hadits
ini, yaitu pada masa Nabi Daud.
Dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 79-81, Allah
berfirman:
“Orang-orang
yang kafir dari kalangan Bani Israil telah dilaknat oleh lidah Daud
dan Isa ibnu Maryam, hal demikian itu karena mereka senantiasa
durhaka dan melampaui batas. Mereka tidak pernah saling mencegah dari
kemungkaran yang dikerjakannya, benar-benar sangat buruk apa yang
senantiasa mereka kerjakan. Kamu melihat
kebanyakan dari mereka menjadikan orang-orang kafir sebagai pelindung, dan
benar-benar sangat buruk apa yang telah
mereka lakukan untuk diri mereka sendiri, yaitu kemurkaan Allah dan
mereka akan kekal dalam Azab.”
Adapun
hukuman Allah yang ditimpakan kepada mereka adalah dengan cara, mereka tidak melarang satu sama lain, terhadap kejahatan yang begitu
merajalela di tengah-tengah mereka. Dalam hadits ini terdapat kalimat “Janganlah mereka semua mengingatku” mungkin kalimat ini menandakan bahwa Allah SWT sudah tidak peduli lagi terhadap Bani Israil, sehingga kejahatan merajalela
diamana-mana, tidak
ada yang saling menegur dan menasehati satu sama lain, mereka tidak peduli
dengan kedzaliman
yang mereka lakukan.
Adapun cara Allah meningatkan orang-orang dzalim yang pertama
adalah dengan mengingatkanya, kedua diberinya hukuman dan yang ketiga
adalah dengan cara mendiamkannya. Jadi hukuman paling besar adalah ketika Allah
mendiamkannya.
Kemudian terdapat pula kalimat “Dan adapun ingatanku kepada mereka adalah laknatku kepada
mereka”. Dalam artian adapun ketika kelak Allah mengingat mereka yaitu Allah
akan memberikan laknat, azab atau hukuman kepada mereka. Na’uudzubillaah…
Dapat kita contohkan, misalnya
ada seorang guru yang mempunyai dua murid yang bernama A dan B, kemudian sang
Guru berkata kepada muridnya yang bernama A, “Wahai A, katakan kepada si B, tak
usahlah ia mengingatku adapun nanti aku mengingatnya adalah aku akan memberikan
hukuman kepadanya atas semua keburukan yang telah ia lakukan selama ini.”
Dari sedikit uraian tentang zhalim tersebut, kita sedikit
tahu diantaranya perbuatan zhalim adalah perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT
yang ditegaskan dalam ayat-ayat Al-Quran. Dalam beberapa bagi penafsiran yang
ada pada ayat-ayat tersebut, dijelaskan bahwa Allah memerintah untuk membalas kepada
orang yang menzhalimi, namun di bagian lain Allah juga memerintah untuk
memaafkan pelaku zhalim tersebut.
Zhalim
pun dalam perkembangannya mempunyai peringkat-peringkat. Dimulai dengan
peringkat yang paling tinggi adalah zhalim terhadap Allah SWT sampai zhalim yang kecil adalah zhalim
terhadap perasaan diri sendiri. Di dalam Al-quran sendiri terdapat berbagai
macam ayat yang membahas tentang zhalim. Dari penafsiran ayat-ayat tersebut
juga dijelaskan bahwa berbagai macam keterangan dari perbuatan zhalim baik
terhadap kehidupan dia di dunia maupun di akhirat kelak. Perbuatan zhalim
adalah perbuatan yang tercela, yang dilarang oleh Allah.
Setelah dijelaskan panjang lebar tentang kedzaliman
dan kalimat “Janganlah
mereka semua mengingatku” kemudian
Allah berkata “Maka sesungguhnya aku mengingat kepada siapa yang mengingatku”. Seperti yang dapat dalam surat Al-Baqarah ayat 152 yang
berbunyi: “Maka ingatlah kepadaku, aku pun akan ingat kepadamu”. Allah
akan memberikan limpahan rahmat dan ampunan kepada mereka yang senantiasa
berdzikir mengingat Allah SWT. Jadi cara Allah mengingat kita
adalah dengan memberikan limpahan rahmat
yang berupa kemudahan, ketenangan hati dan lain sebagainya dan juga memberikan
ampunanNya kepada mereka
yang senantiasa berdzikir.
Dari
hadits ini terdapat hikmah yang dapat kita ambil dan amalkan dalam kehidupan
kita diantaranya adalah:
1.
Dapat dijadikan suatu renungan bagi kita, bahwa ketika
kita dimudahkan dalam berbuat keburukan atau maksiat bukan berarti itu
kemudahan yang datang dari Allah atau Allah sedang melindungi kita, melainkan
merupakan tanda bahwasanya Allah sudah tidak peduli lagi dengan kita dan tidak sayang
kepada kita.
2.
Bersyukurlah ketika kita selalu
mendapatkan teguran atas semua keburukan atau kesalahan sekecil apapun yang
kita lakukan. Karena hakikatnya orang yang datang kepada kita untuk menegur
kesalahan kita merupakan tanda atau bukti bahwasanya Allah masih peduli dan
sayang terhadap kita. Karena Allah lah yang menggerakan hati mereka untuk
datang menegur kita.
Tambahan:
1. Hadits ini termasuk hadits qudsi, yaitu wahyu Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad namun redaksinya dari Nabi Muhammad.
2. Kata kunci dari hadits ini yaitu melarang berlaku dholim/aniaya kepada
siapa saja.
3. Allah mengancam, bahwa Ia tidak akan menerima do’a orang yang dholim
sebelum mereka bertaubat (meminta halal, kerelaan) atas perbuatan dholimnya
kepada orang lain. Perbuatan dholim/aniaya yang dimaksud yaitu tidak memberi
hak dan mengambil yang bukan haknya.
4. Menjadi peringatan akan besarnya dosa orang dholim.
5. Mengharuskan kita dalam menjalani hidup ini dengan hati-hati, yang
dilakukan benar, dan tidak mengambil hak orang lain.
6. Hak adam (kepada sesama manusia) tidak akan halal/lunas, sebelum meminta ridlo
kepada yang bersangkutan.
7. La’nat, yaitu dijauhkan dari rahmat Allah SWT.
Hadits No. 383
Terjemah Hadits:
“Masjid yang pertama
kali di bumi yaitu Masjidil Haram
kemudian Masjidil Aqsha.”
(H.R. Bukhari dan
Muslim dari Abi Dzar)
Penjelasan Hadits:
Hadits di atas diperkuat dengan firman Allah pada QS. Ali
Imran ayat 96 yang artinya,
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat
beribadah) manusia, ialah Baitullah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk
bagi semua manusia.”
Hadits ini sudah sangat jelas dan menepis anggapan kaum
Yahudi bahwa masjid pertama adalah Masjidil Aqsha.
Hadits No. 381
Oleh: Marfu’ah Santi Vauziah
Hadits dan Terjemah:
حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ بْنُ الْوَلِيدِ عَنْ بَحِيرِ بْنِ
سَعْدٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو
السُّلَمِيِّ عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ قَالَ وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا بَعْدَ صَلَاةِ الْغَدَاةِ مَوْعِظَةً
بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ
رَجُلٌ إِنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا يَا
رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ
وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى اخْتِلَافًا
كَثِيرًا وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّهَا ضَلَالَةٌ فَمَنْ
أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَعَلَيْهِ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ
الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا
حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَقَدْ رَوَى ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ
مَعْدَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ عَنْ الْعِرْبَاضِ
بْنِ سَارِيَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَ هَذَا
حَدَّثَنَا بِذَلِكَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ وَغَيْرُ وَاحِدٍ قَالُوا
حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ ثَوْرِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ
سَارِيَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ
وَالْعِرْبَاضُ بْنُ سَارِيَةَ يُكْنَى أَبَا نَجِيحٍ وَقَدْ رُوِيَ هَذَا
الْحَدِيثُ عَنْ حُجْرِ بْنِ حُجْرٍ عَنْ عِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ
“Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr
telah menceritakan kepada kami Baqiyyah bin al Walid dari Bahir bin Sa'd dari
Khalid bin Ma'dan dari Abdurrahman bin Amru as Sulami dari al 'Irbadh bin
Sariyah dia berkata; suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi
wejangan kepada kami setelah shalat subuh wejangan yang sangat menyentuh
sehingga membuat air mata mengalir dan hati menjadi gemetar. Maka seorang sahabat berkata; 'seakan-akan ini merupakan wejangan
perpisahan, lalu apa yang engkau wasiatkan kepada kami ya Rasulullah? '
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku wasiatkan kepada
kalian untuk (selalu) bertaqwa kepada Allah, mendengar dan ta'at meskipun
terhadap seorang budak habasyi, sesungguhnya siapa saja diantara kalian yang
hidup akan melihat perselisihan yang sangat banyak, maka jauhilah oleh kalian
perkara-perkara yang dibuat-buat, karena sesungguhnya hal itu merupakan
kesesatan. Barangsiapa diantara kalian yang menjumpai hal itu hendaknya dia
berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang
mendapat petunjuk, gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi geraham." Abu
Isa berkata; hadits ini adalah hadits hasan shahih, Tsaur bin Yazid telah
meriwayatkannya dari Khalid bin Ma'dan dari Abdurrahman bin 'Amru as sulami
dari Al 'Irbadh bin Sariyah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, seperti
hadits diatas ini. Dan telah menceritakan kepada kami seperti itu Al Hasan bin
Ali al Khallal dan tidak tidak hanya satu orang saja, mereka berkata; telah
menceritakan kepada kami Abu 'Ashim dari Tsaur bin Yazid dari Khalid bin Ma'dan
dari Abdurrahman bin 'Amru as sulami dari Al 'Irbadh bin Sariyah dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, seperti hadits diatas. Dan Al 'Irbadh bin Sariyah
mempunyai kunyah Abu Najih. Dan telah diriwayatkan hadits ini dari Hujr bin
Hujr dari 'Irbadh bin Sariyah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam seperti
hadits diatas.
(H.R.
Imam Tirmidzi) no. 2600
Penjelasan Hadits:
Rasulullah SAW mewasiatkan kepada kita sebagai umatnya
untuk tetap istiqamah dalam melaksanakan keempat wasiat rasul di antaranya:
1. Senantiasa
bertaqwa kepada Allah SWT
Melaksanakan segala perintah dan
menjauhi segala larangan dengan penuh keikhlasan. Karena dengan bertaqwa kepada Allah kita
akan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Sebagaimana firman Allah Q.S. an-Nisa 131 :
“Milik Allah apa yang di langit
dan yang di bumi, dan sungguh Kami telah mewasiatkan kepada orang-orang yang
diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu, bertakwalah kepada Allah.
Tetapi jika kamu kafir maka (ketahuilah), Sesungguhnya hanya milik Allah apa
yang di langit dan apa yang di bumi. Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji”.
Taqwa
artinya menghindar,
orang yang bertaqwa adalah orang-orang yang menghindar dengan tiga tingkat
penghindaran.
a. Menghindar
dari kekufuran dengan jalan beriman kepada Allah
b. Berupaya
melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya sepanjang kemampuan yang
dimiliki
c. Menghindar
dari segala aktivitas yang menjauhkan pikiran dari Allah
Taqwa
di atas sebagai penamaan bagi setiap orang
yang beriman dan mengamalkan amal saleh. Siapa yang mengerjakan sebagian darinya, ia telah menyandang ketakwaan. Seseorang
yang mencapai puncak ketaatan adalah orang yang bertaqwa, akan tetapi yang
belum mencapai puncaknya pun juga dapat dinamai orang bertaqwa. Karena, “Sesungguhnya
sebaik-baik bekal adalah taqwa” (Q.S. al-Baqarah 197).
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa taqwa merupakan
upaya menghindari siksa Allah. Baik duniawi, akibat pelanggaran terhadap
hukum-hukum Allah yang berlaku pada alam, maupun ukhrawi, akibat pelanggaran
hukum-hukum Allah yang ditetapkan-Nya dalam syariat.
2.
Senantiasa
mendengar dan taat
Yang dimaksud
ialah mendengar dan taat pada pemimpin kaum muslimin, karena ketaatan tersebut
akan membawa kebahagiaan di dunia
dan di akhirat. Dan ketaatan tersebut tetap
berlaku walaupun yang memimpin seorang budak sekalipun. Sebagaimana firman Allah pada QS. an-Nisa : 59
“Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.”
Ayat diatas
memerintahkan kaum mukminin agar mentaati putusan hukum dari siapa pun yang
berwenang menetapkan hukum. Secara berurutan dinyatakan-Nya, agar orang-orang
yang beriman taat kepada Allah, dalam segala perintah yang tercantum dalam al-Qur’an, dan taatilah Rasul-Nya
yakni Nabi Muhammad SAW
dalam segala macam perintahnya, baik perintah untuk melakukan sesuatu atau
tidak melakukannya, sebagaimana tercantum dalam sunahnya. Dan perkenankan juga Ulil
amri yakni yang berwenang menangani urusan-urusan kamu, selama mereka
merupakan bagian di antara kamu wahai oran-orang mukmin dan selama perintahnya
tidak bertentangan dengan perintah Allah dan rasul-Nya.
3.
Senantiasa
berpegang teguh pada sunah Nabi
dan Khulafaur
rasyidin
Sesungguhnya
siapa saja diantara kalian yang hidup akan melihat perselisihan yang sangat
banyak, hendaknya ia berpegang teguh kepada sunah nabi dan ijtihad para
khulafaur rasyidin.
4.
Senantiasa
berhati-hati terhadap bid’ah
Menurut
perkataan Imam
Syafi’i :
“Bid’ah
ada dua : bid’ah hasanah dan bid’ah dholalah, semua yang sesuai dengan sunnah
maka itu terpuji dan semua yang menyelisihi/bertentangan dengan sunnah maka itu
tercela.
Tambahan:
1. Hadits ini termasuk dalam hadits yang terdapat pada kitab Arba’in
Nawawiyah, yaitu hadits ke-28 yang berisi/menjelaskan tentang Wasiat.
2. Hadits ini sangat penting karena disampaikan saat Nabi Muhammad SAW
melaksanakan haji wada (terakhir).
3. Hadits wasiat (ungkapan agama), yang dijalankan sebagaimna yang
diwasiatkan. Berisi:
a.
Taqwa kepada Allah, yaitu melaksanakan
perintahNya dan menjauhi/menghindari laranganNya.
b. Sam’an wa thoo’atan, yaitu mendengar (paham, mengerti. Maknanya: belajar),
mengikuti, manut terhadap perintah pemimpin.
4. Pemimpin yang dimaksud yaitu suami, orang tua (bapak), pengasuh/guru,
meskipun seperti budak. Budak yang dimaksud yaitu termasuk juga yang bukan dari
umat/golonganmu.
5. Kedua hal di atas (taqwa dan sam’an wa thoo’atan) adalah menjadi dua
kunci kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Karena pemimpin itu
membimbing/memimpin secara tekhnis dan ke arah yang benar.
6. Ikhtilaaf, yaitu keanehan, ketidakmutuan, ketimpangan, penyelewengan.
7. Sunnah, yaitu pedoman Nabi dan Khalifatur rasyidin. Rasyidin yaitu yang
menunjukkan dan diberi petunjuk (oleh Allah).
8. Memegang tali seperti digigit dengan gigi geraham merupakan ungkapan kiasan
yang bisa diartikan dengan berpegang teguh kuat.
9. Bid’ah, yaitu lawan dari sunnah. Bertentangan dengan sunnah.
Wallaahu a’lam bis showaab. . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar