RINGKASAN
KAJIAN KITAB
(مَوْعِظَةُ الْمُؤْمِنِيْنَ)
بسم الله الرحمن الرحيم
Jum’at, 10 April 2015
Dijelaskan Oleh: Ustadz Ihsan
HAK-HAK PERTAMA (KEPADA SAUDARA) BERHUBUNGAN DENGAN HARTA
Terdapat suatu kisah yang dialami oleh sahabat Ibnu Umar RA, yaitu ketika
beliau memberi kepala kambing kepada saudaranya, namun kepala kambing tersebut
diberikan lagi oleh saudara Ibnu Umar kepada saudaranya karena merasa
saudaranya tersebut (saudara yang kedua) lebih membutuhkan dari saudara yang
pertama (saudara sahabat Ibnu Umar RA). Hal tersebut terus terjadi sampai tujuh
kali putaran (memberi kepala kambing kepada saudara yang lain), dan pada akhirnya
kepala kambing tersebut kembali lagi kepada sahabat yang pertama kali memberi
kepala kambing kepada saudaranya, yaitu sahabat Ibnu Umar RA. Berdasarkan kisah
di atas menunjukkan bahwa pada zaman para sahabat, mereka lebih mementingkan
kebutuhan orang lain dibanding dengan kebutuhan dirinya sendiri.
Zuhud terhadap dunia yaitu ditunjukkan dengan tetap menerima pemberian
untuk menyenangkan hati pemberi (tidak menolaknya), setelah itu boleh
memberikan pemberian tersebut kepada orang lain atau yang lebih membutuhkan.
Orang itu meningkat sesuai dengan maqomnya (tingkatannya), jangan
langsung meningkat/lompat yang tidak sesuai dengan tempatnya.
Jihad dengan harta termasuk dalam jihad yang paling berat sebagaimana
firman Allah SWT dalam QS. At-Taubah : 41 yang artinya:
“......, dan berjihadlah
dengan harta dan dirimu (jiwa) di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui.”
HAK-HAK KEDUA (KEPADA SAUDARA) DI DALAM MENOLONG DENGAN JIWA
Tingkatan paling rendah ketika menolong orang lain (menolong dengan jiwa) yaitu
jika mendapat permintaan tolong dari orang lain dan dia mampu untuk membantu
kemudian menunjukkan kebahagiaan, wajah yang sumringah kepada orang yang
meminta tolong tersebut.
Ketika meminta bantuan kepada orang lain kemudian orang tersebut lupa, maka
ucapkanlah kalimat takbir tiga kali (agar orang tersebut dibangkitkan/diingatkan
dari sifat lupanya ^^).
Terdapat suatu kisah yang dialami oleh seorang Ulama salaf, yaitu
ketika beliau ditinggal wafat ayahnya kemudian ada saudara yang menggantikan
posisi ayahnya (segala sesuatu yang dulu dilakukan oleh ayahnya, tergantikan
oleh kehadiran saudaranya tersebut). Sehingga Ulama salaf tersebut tidak
merasa kehilangan ayahnya lagi, padahal ia telah wafat.
Menceritakan amal shaleh tanpa ada niat supaya orang lain meniru amalan baik,
maka akan menghilangkan keikhlasan amal tersebut. Berarti menceritakan amal
baik asal dengan niat agar orang lain meniru kebaikan yang pernah dilakukan
diperbolehkan.
Amal shaleh tak usah diceritakan kepada orang lain karena hal tersebut akan
menjadi buah amal agar bisa dekat dengan Allah SWT. Begitu pula ketika seseorang
bersedekah namun tidak diketahui orang lain, maka akan aman dari permusuhan
lingkungan/orang-orang yang ada di sekitarnya.
Kesimpulan:
1. Kebutuhan (hajat) orang
lain hendaknya dianggap lebih penting dari kebutuhan (hajat) pribadi/diri
sendiri.
2. Mencari waktu kapan
saudara kita membutuhkan bantuan kita (dengan kata lain mencari dengan tanda ia
ada kelalaian, agar kita bisa segera membantunya kapanpun), bukan menunggunya
untuk meminta bantuan kita.
Sifat syafaq yaitu
mempunyai rasa belas kasih kepada sesama. Tentunya jika sudah pada
tingkatannya, maka seseorang bisa mencapai sifat syafaq. Cara mencapainya
yaitu dengan melakukan latihan terus menerus.
Dalam kitab Ushfuriyah
terdapat sebuah hadits yang menjelaskan bahwa tanda akhir zaman yaitu
ketika orang Islam sudah tidak ada rasa belas kasih kepada sesama.
3. Jangan merasa mempunyai
hak (balasan, bayaran, dan yang sepadanya) ketika membantu orang lain.
4. Saat mempunyai saudara
selama tiga hari tidak ada kabarnya, hendaknya segera mencari kabar.
5. Bukti belas kasih kepada
sesama yaitu ketika makan dengan hidangan lezat, maka ingat kepada teman (orang
lain).
Sahabat Ali pernah
berkata bahwa, “dua puluh dirham yang aku berikan kepada saudaraku adalah lebih
besar dari seratus dirham yang aku berikan kepada orang miskin.” Menunjukkan bahwa
menjalin hubungan dekat dengan saudara/kerabat adalah hal yang sangat penting.
Hubungan dekat dengan
saudara diceritakan dalam sebuah kisah dimana seseorang sampai memberi kunci
rumahnya kepada saudaranya. Tentunya hal ini merupakan hal yang sangat berat
karena setiap orang pastinya mempunyai privasi yang tidak semua orang harus mengetahuinya.
Tambahan:
1) Putus asa dan harapan
hendaknya tidak kepada manusia, tetapi hanya kepada Allah SWT semata.
2) Ilmu akhlaq (ilmu tasawuf)
yaitu ilmu laku/praktek, yang hanya bisa dibuktikan/dilakukan dengan
amal/perbuatan/sikap nyata dalam kehidupan sehari-hari, bukan sekedar penguasaan
dan pemahaman teori.
3) Langkah-langkah agar bisa
melatih diri mempunyai sifat ikhlas. Yang pertama yaitu hendaknya ketika melakukan
amal baik hanya diri sendiri yang mengetahui, kemudian tidak menceritakannya
kepada orang lain, lalu saat akan muncul perasaan untuk menceritakannya kepada
orang lain langsung mengingatnya dan segera mengalihkannya.
4) Menghilangkan kehadiran
kita (sifat ke-aku-an) karena aku, kita, dia, dan mereka akan hilang ketika di
hadapan-Nya.
5) Orang yang beramal mempunyai
tiga tingkatan, yaitu:
-
Tingkatan pertama seperti tukang bangunan: Ia akan bekerja
sesuai dengan bayaran yang diterimanya.
-
Tingkatan kedua seperti pedagang: Ia akan mengkalkulasikan
amalnya, terkait dengan untung ataupun rugi yang akan diperolehnya.
-
Tingkatan ketiga (tertinggi) seperti dua orang yang saling
mencintai: Ia tidak akan lagi memikirkan untung-rugi yang akan didapatnya,
karena yang terpenting adalah ia selalu memberi dan melakukan segala sesuatu
demi orang yang dicintainya. Contohnya yaitu seperti cinta seorang ibu kepada
anaknya.
6) Suatu jalan hidup (thariqah)
agar bisa wushul (sampai) kepada Allah di dalam dunia tasawuf merujuk kepada dua orang sufi. Yang pertama
yaitu Imam Asyadzili, yang merupakan seorang sufi yang kaya raya namun
menggunakan hartanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Kemudian yang kedua
yaitu Imam Abdul Qadir Jaelani, yang mengambil jalan hidup kebalikan
dari Asyadzili. Kalangan pesantren pada umumnya merujuk kepada Imam
Abdul Qadir Jaelani, ditunjukkan yaitu dengan seringnya pembacaan biografi
beliau pada saat acara Manaqib-an.
7) Hakikat seorang muslim
yaitu cinta kepada Allah SWT semata. Kaya maupun miskin tidaklah menjadi
masalah.
Wallaahu a’lam bis showaab. . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar