Sabtu, 25 April 2015

CIRI AHLI SURGA, MASALAH DARAH, DAN PERINTAH MEMPERBAGUS BUDI PEKERTI



RANGKUMAN HADITS NO. 379, 380 & 381
(مختار الأحاديث النبوية)

Dipresentasikan pada hari Ahad, 5 April 2015

بسم الله الرحمن الرحيم
Hadits No. 379
Oleh: Nur Faizah

Terjemah Hadits:
“Ciri ahli surga adalah seseorang  yang  kedua telinganya dipenuhi pujian kebaikan oleh Allah SWT dan sebaliknya ciri ahli neraka adalah seseorang yang kedua telinganya dipenuhi pujian keburukan oleh Allah SWT.”
(HR. Ibnu Majjah dari Ibnu Abbas)

Penjelasan Hadits:
Hadits ini menerangkan tentang salah satu kenikmatan yang diberikan Allah kepada orang-orang ahli surga yaitu Allah akan memenuhi kedua telinganya atau pendengarannya dengan pujian yang bagus dari manusia sedangkan Allah juga memberikan balasan bagian ahli neraka dengan memenuhi kedua telinganya dengan pujian yang buruk.
            Bisa kita bayangkan betapa mulianya orang-orang ahli surga, di duniapun sudah terasa nikmatnya apalagi di akhirat. Begitu pula sebaliknya, balasan bagi orang-orang ahli neraka. Hadits ini memberikan kita pelajaran betapa pentingnya untuk meraih surga Allah. Tetapi harus dengan usaha yang telah dianjurkan oleh Allah.

Tambahan:
1.      Ciri penghuni surga adalah orang yang berbuat kebaikan di dunia.
2.      Perbuatan baik yang dimaksud juga termasuk dengan menghilangkan perbuatan buruk.

Hadits No. 380
Oleh: Naili Lailiyyah

Terjemah Hadits:
Masalah pertama yang akan di putuskan antara manusia pada hari kiamat ialah masalah darah.
(HR. As-Syaykhoon)

Penjelasan Hadits:
Hadist ini menjelaskan pada kita tentang perkara yang paling utama di adili pada hari kiamat yaitu perkara darah. Maksud darah di sini yaitu perbuatan membunuh manusia. Agama islam memperhatikan betul bagaimana menghargai sesama mahluk hidup untuk saling menghargai sesama atau dengan istilah lain terdapat hak bagi setiap manusia yaitu Hak Azasi Manusia (HAM). Salah satu bagian dari HAM sendiri yaitu hak untuk melangsungkan kehidupan. Karena itu manusia tidak diperbolehkan untuk saling membunuh tanpa alasan. Dalam QS. Al-Maidah:32 menunjukkan pada kita tentang keistimewaan menjaga kehidupan manusia. Diibaratkan seseorang yang membunuh satu orang yang tidak bersalah sama halnya orang tersebut membunuh seluruh umat manusia, begitupun sebaliknya apabila seseorang menjaga satu kehidupan manusia maka seakan-akan dia menjaga seluruh kehidupan manusia.
Pelajaran yang kita ambil dari hadist ini yaitu tentang sikap saling menghargai, tidak gegabah dalam melakukan segala sesuatu terutama membunuh, sebelum ada bukti nyata yang membolehkan dia untuk melakukan pembunuhan.

Tambahan:
1.      Hadits ini menegaskan bahwa perkara yang diadili pertama kali di hari kiamat kelak adalah masalah darah (pembunuhan).
2.      Mengapa masalah darah? Karena darah terkait dengan menyakiti dan menyiksa, yaitu hal-hal yang dapat berujung pada pembunuhan.
3.      Terdapat hadits lain juga yang menjelaskan bahwa perkara yang diadili pertama kali di hari kiamat adalah terkait hak anak adam, juga masalah sholat.
4.      Berbedanya fokus atau inti hadits menjadi penegasan bahwa ketiga hal tersebut (terkait darah/pembunuhan, hak anak adam maupun perkara sholat) adalah hal yang sangat penting dan tidak seharusnya diabaikan bagi setiap hamba yang beriman.

Hadits No. 381
Oleh: Nafiatur Rasyidah

Terjemah Hadits:
 “Allah mewahyukan kepada Nabi Ibrahim AS, Wahai kekasihku, perbaguslah budi pekertimu, meskipun kepada orang-orang kafir, maka engkau akan memasuki pintu-pintu kebaikan. Sesungguhnya kalimatku telah aku tetapkan bagi orang-orang yang memiliki budi pekerti baik, yaitu aku akan menaunginya di bawah Arsy-Ku, menempatkannya di surga-Ku, dan mendekatkannya di sisi-Ku”
(HR. Al-Hakiim dari Abu Hurairah)
Penjelasan Hadits:
Hadits ini menjelaskan tentang perintah berbuat baik yang tidak terbatas hanya kepada sesama muslim. Jangan pernah khawatir akan tidak adanya pahala atau kesia-siaan berbuat baik pada orang non muslim. Dalam hadits ini Allah menjamin tiga hal atas orang yang membaguskan akhlaknya (berbuat ihsan). Tiga hal tersebut antara lain:
1.      Menaunginya di bawah Arsy Allah
2.      Menempatkannya di surga
3.      Mendekatkan posisinya di sisi Allah
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-A’raf : 56,
“dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Ayat di atas juga merupakan jaminan Allah akan kebaikan yang pasti akan diperoleh bagi orang yang mau berbuat baik kepada siapa saja. Penjelasan sejenis juga terdapat dalam firman Allah SWT QS. Al-Mumtahanah : 8-9,
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang dholim.”
Dari ayat di atas telah jelas diperintahkan agar kita senantiasa berbuat baik bahkan terhadap orang kafir yang tidak mengganggu kelangsungan ibadah kita kepada Allah. Kita hanya dizinkan untuk memerangi orang yang lebih dahulu memerangi kita atau menghalangi kita dalam beragama.
Ada satu contoh peristiwa perbuatan baik seorang tokoh ternama di negeri ini, yakni Gus Dur terhadap seorang bernama Hermawi Taslim. Ia adalah seorang non-muslim dari Nias yang notebene telah menjadi orang terdekat beliau selama tak kurang 10 tahun. Waktu itu Gus Dur sedang melakukan dinas ke NTT, untuk urusan PKB. Ketika Gus Dur bertemu Hermawi Taslim, beliau bertanya : “Kamu orang apa? jawab: “Saya orang Nias.” Kemudian ia diajak bergabung oleh Gus Dur. Ia tidak pernah penyangkan seorang tokoh NU dapat membuka lebar pintu kerjasama baginya. Gus Dur berkata : “ Tidak penting apapun agama atau sukumu, kalau kamu bisa berbuat baik, orang tidak pernah tanya apa agamamu.” Kemudian Hermawi mengatakan: “Saya sangat terkesan dengan keterbukaan beliau yang tidak membeda-bedakan.”

Tambahan:
1.      Meralat penjelasan hadits di atas, bahwa konteks hadits itu adalah untuk Nabi Ibrahim yang notabene keimanannya sudah sangat tinggi, juga sebagai Abul Adyan (Bapak dari Agama-agama). Beliau diperintahkan untuk memperbagus akhlak dan berbuat baik termasuk kepada orang-orang kafir. Namun tingkat kebaikan yang harus ditunjukkan kepada orang kafir cukup sampai tingkat birrun saja tidak perlu sampai tingkat ihsan, itu sudah lebih dari cukup.
2.      Kemudian cerita tentang Hermawi Taslim, yaitu pesan gus Dur yang berkata, “Kalau kamu bisa berbuat baik, orang tidak akan tanya apa agamamu”, itu konteksnya terbatas hanya bagi Gus Dur dan Hermawi Taslim sebagai media dakwah. Jangan sampai diberlakukan umum kepada orang umum bahwa tidak penting apa agamamu, karena bisa berbahaya bila tidak mengerti maksud sesungguhnya.
3.      Ma’ruf, yaitu kebaikan yang sesuai dengan aturan. Baik menurut syariat, adat/kebiasaan dan akal. Kebalikan dari munkar, ada hukuman jika melanggar.
4.      Birrun, yaitu lebih dari ma’ruf, lebih umum dan lebih luas.
5.      Ihsan, yaitu tingkatan paling tinggi. Memberi dengan yang terbaik, tidak mengharap balasan.

Wallaahu a’lam bis showaab. . .

Rabu, 22 April 2015

HAK-HAK SAUDARA TERKAIT DENGAN HARTA DAN JIWA



RINGKASAN KAJIAN KITAB
(مَوْعِظَةُ الْمُؤْمِنِيْنَ)

بسم الله الرحمن الرحيم
Jum’at, 10 April 2015

Dijelaskan Oleh: Ustadz Ihsan
HAK-HAK PERTAMA (KEPADA SAUDARA) BERHUBUNGAN DENGAN HARTA
Terdapat suatu kisah yang dialami oleh sahabat Ibnu Umar RA, yaitu ketika beliau memberi kepala kambing kepada saudaranya, namun kepala kambing tersebut diberikan lagi oleh saudara Ibnu Umar kepada saudaranya karena merasa saudaranya tersebut (saudara yang kedua) lebih membutuhkan dari saudara yang pertama (saudara sahabat Ibnu Umar RA). Hal tersebut terus terjadi sampai tujuh kali putaran (memberi kepala kambing kepada saudara yang lain), dan pada akhirnya kepala kambing tersebut kembali lagi kepada sahabat yang pertama kali memberi kepala kambing kepada saudaranya, yaitu sahabat Ibnu Umar RA. Berdasarkan kisah di atas menunjukkan bahwa pada zaman para sahabat, mereka lebih mementingkan kebutuhan orang lain dibanding dengan kebutuhan dirinya sendiri.
Zuhud terhadap dunia yaitu ditunjukkan dengan tetap menerima pemberian untuk menyenangkan hati pemberi (tidak menolaknya), setelah itu boleh memberikan pemberian tersebut kepada orang lain atau yang lebih membutuhkan.
Orang itu meningkat sesuai dengan maqomnya (tingkatannya), jangan langsung meningkat/lompat yang tidak sesuai dengan tempatnya.
Jihad dengan harta termasuk dalam jihad yang paling berat sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. At-Taubah : 41 yang artinya:
“......, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu (jiwa) di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

HAK-HAK KEDUA (KEPADA SAUDARA) DI DALAM MENOLONG DENGAN JIWA
Tingkatan paling rendah ketika menolong orang lain (menolong dengan jiwa) yaitu jika mendapat permintaan tolong dari orang lain dan dia mampu untuk membantu kemudian menunjukkan kebahagiaan, wajah yang sumringah kepada orang yang meminta tolong tersebut.
Ketika meminta bantuan kepada orang lain kemudian orang tersebut lupa, maka ucapkanlah kalimat takbir tiga kali (agar orang tersebut dibangkitkan/diingatkan dari sifat lupanya ^^).
Terdapat suatu kisah yang dialami oleh seorang Ulama salaf, yaitu ketika beliau ditinggal wafat ayahnya kemudian ada saudara yang menggantikan posisi ayahnya (segala sesuatu yang dulu dilakukan oleh ayahnya, tergantikan oleh kehadiran saudaranya tersebut). Sehingga Ulama salaf tersebut tidak merasa kehilangan ayahnya lagi, padahal ia telah wafat.
Menceritakan amal shaleh tanpa ada niat supaya orang lain meniru amalan baik, maka akan menghilangkan keikhlasan amal tersebut. Berarti menceritakan amal baik asal dengan niat agar orang lain meniru kebaikan yang pernah dilakukan diperbolehkan.
Amal shaleh tak usah diceritakan kepada orang lain karena hal tersebut akan menjadi buah amal agar bisa dekat dengan Allah SWT. Begitu pula ketika seseorang bersedekah namun tidak diketahui orang lain, maka akan aman dari permusuhan lingkungan/orang-orang yang ada di sekitarnya.

Kesimpulan:
1.      Kebutuhan (hajat) orang lain hendaknya dianggap lebih penting dari kebutuhan (hajat) pribadi/diri sendiri.
2.      Mencari waktu kapan saudara kita membutuhkan bantuan kita (dengan kata lain mencari dengan tanda ia ada kelalaian, agar kita bisa segera membantunya kapanpun), bukan menunggunya untuk meminta bantuan kita.
Sifat syafaq yaitu mempunyai rasa belas kasih kepada sesama. Tentunya jika sudah pada tingkatannya, maka seseorang bisa mencapai sifat syafaq. Cara mencapainya yaitu dengan melakukan latihan terus menerus.
Dalam kitab Ushfuriyah terdapat sebuah hadits yang menjelaskan bahwa tanda akhir zaman yaitu ketika orang Islam sudah tidak ada rasa belas kasih kepada sesama.
3.      Jangan merasa mempunyai hak (balasan, bayaran, dan yang sepadanya) ketika membantu orang lain.
4.      Saat mempunyai saudara selama tiga hari tidak ada kabarnya, hendaknya segera mencari kabar.
5.      Bukti belas kasih kepada sesama yaitu ketika makan dengan hidangan lezat, maka ingat kepada teman (orang lain).
Sahabat Ali pernah berkata bahwa, “dua puluh dirham yang aku berikan kepada saudaraku adalah lebih besar dari seratus dirham yang aku berikan kepada orang miskin.” Menunjukkan bahwa menjalin hubungan dekat dengan saudara/kerabat adalah hal yang sangat penting.
Hubungan dekat dengan saudara diceritakan dalam sebuah kisah dimana seseorang sampai memberi kunci rumahnya kepada saudaranya. Tentunya hal ini merupakan hal yang sangat berat karena setiap orang pastinya mempunyai privasi yang tidak semua orang harus mengetahuinya.

Tambahan:
1)      Putus asa dan harapan hendaknya tidak kepada manusia, tetapi hanya kepada Allah SWT semata.
2)      Ilmu akhlaq (ilmu tasawuf) yaitu ilmu laku/praktek, yang hanya bisa dibuktikan/dilakukan dengan amal/perbuatan/sikap nyata dalam kehidupan sehari-hari, bukan sekedar penguasaan dan pemahaman teori.
3)      Langkah-langkah agar bisa melatih diri mempunyai sifat ikhlas. Yang pertama yaitu hendaknya ketika melakukan amal baik hanya diri sendiri yang mengetahui, kemudian tidak menceritakannya kepada orang lain, lalu saat akan muncul perasaan untuk menceritakannya kepada orang lain langsung mengingatnya dan segera mengalihkannya.
4)      Menghilangkan kehadiran kita (sifat ke-aku-an) karena aku, kita, dia, dan mereka akan hilang ketika di hadapan-Nya.
5)      Orang yang beramal mempunyai tiga tingkatan, yaitu:
-          Tingkatan pertama seperti tukang bangunan: Ia akan bekerja sesuai dengan bayaran yang diterimanya.
-          Tingkatan kedua seperti pedagang: Ia akan mengkalkulasikan amalnya, terkait dengan untung ataupun rugi yang akan diperolehnya.
-          Tingkatan ketiga (tertinggi) seperti dua orang yang saling mencintai: Ia tidak akan lagi memikirkan untung-rugi yang akan didapatnya, karena yang terpenting adalah ia selalu memberi dan melakukan segala sesuatu demi orang yang dicintainya. Contohnya yaitu seperti cinta seorang ibu kepada anaknya.
6)      Suatu jalan hidup (thariqah) agar bisa wushul (sampai) kepada Allah di dalam dunia tasawuf  merujuk kepada dua orang sufi. Yang pertama yaitu Imam Asyadzili, yang merupakan seorang sufi yang kaya raya namun menggunakan hartanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Kemudian yang kedua yaitu Imam Abdul Qadir Jaelani, yang mengambil jalan hidup kebalikan dari Asyadzili. Kalangan pesantren pada umumnya merujuk kepada Imam Abdul Qadir Jaelani, ditunjukkan yaitu dengan seringnya pembacaan biografi beliau pada saat acara Manaqib-an.   
7)      Hakikat seorang muslim yaitu cinta kepada Allah SWT semata. Kaya maupun miskin tidaklah menjadi masalah.

Wallaahu a’lam bis showaab. . .