بسم الله الرحمن الرحيم
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ
“Maka bertahanlah engkau seperti yang diperintahkan
kepadamu, dan barang siapa bertobat bersama dengan kau (Muhammad saw),
janganlah kau melanggar aturan. Sungguh Dia mengetahui segala yang kamu
kerjakan ”. QS. Hud (11): 112
Itulah kirannya
kalamullah yang dijadikan sandaran bagi orang-orang yang istiqomah. Sejatinya
ayat ini turun ditujukan kepada Rasulullah dan orang-orang yang telah bertaubat
bersamanya. Istiqomah sendiri menurut Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilal al-Qur’an adalah berlaku lurus dan memempuh jalan
dengan tidak menyimpang. Istiqomah ini memerlukan kesadaran yang terus-menerus,
perenungan yang terus-menerus, perhatian yang terus-menerus terhadap
batas-batas jalan hidup dan pengendalian emosi kemanusiaannya yang sedikit
banyak dapat saja berpindah arah. Maka, semua ini merupakan kesibukan abadi
dalam setiap gerak kehidupan. (Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zilal al-Qur’an
Jilid XII, hlm. 149).
Istiqomah itu sendiri
harus dijalani dengan rasa kesadaran dan perasaan kesungguhan di dalam hati.
Dalam materi pengkajian kitab kuning yang berjudul Mukhtar al-Ahadis al-Nabawiyyah dan dibimbing langsung oleh DR.
KH. Hilmi Muhammad
Hasbullah, MA, pada hadis nomor 35 menyebutkan:
أحبّ الأعما ل إلى الله أن تموت ولسانك رطب من ذكرالله (رواه البيهقى عن معاذ)
“Allah
mencintai seseorang yang diam dan selalu mengingat Allah dalam segala hal”. HR.
al-Baihaqi ‘an Mu’adz.
Dari hadis yang disajikan di atas,
penulis mendapati 2 point yang dapat diutarakan dalam penulisan ini serta dapat
diambil manfaat dan hikmahnya. Pertama, Allah lebih mencintai seseorang
karena diamnya. Dalam ucapan atau perkataan seseorang setiap hari ada yang
bersifat baik dan buruk. Yang menjadi masalah adalah ketika ucapan dan
perkataan tersebut bersifat buruk. Dalam hal ini, disarankan untuk diam karena
menghindari perkataan-perkataan buruk atau jelek yang menimbulkan fitnah, adu
domba dan lain sebagainya terhadap orang lain. Pepatah mengatakan “Diam
adalah Emas”, memang benar sejatinya pepatah itu mengeluarkan perumpamaan
tersebut. Akan tetapi perumpamaan diatas janganlah ditelan mentah-mentah, kita
harus lebih cermat dan cerdas dalam menempatkan sesuatu. Jika kondisi mendesak
kita untuk berbicara dari pada diam yang mengakibatkan kerugian diri kita atau
orang lain maka mulut kita harus tetap berucap sesuai apa yang telah terjadi.
Kedua, selalu mengingat Allah
dalam lisan, perbuatan maupun hati. Di sini penulis dapat mengerucutkan point
kedua di atas, yaitu keistiqomahan seseorang adalah sesuatu yang sangat
disenangi Allah swt. Pada halaman pertama telah penulis sajikan apa itu
istiqomah dan bagaimana seharusnya orang yang melaksanakan sesuatu dengan
terus-menerus. Semoga kita menjadi manusia yang kian hari semakin baik di mata
sesama hamba-Nya dan terutama di mata
Sang khaliq, serta semoga kita tergolong hamba-hamba yang beruntung di
dunia maupun di akhirat. Amin ya Robbal ‘Alamin.
By: Amilatul ‘Azmi, S.Th.i
غرفة التنزل
Tidak ada komentar:
Posting Komentar