Penganiayaan
terhadap peserta didik kembali terjadi berbagai tingkat lembaga pendidikan. Kasus
tersebut merupakan salah satu bentuk ketidaksesuaian pendidikan dengan prinsip Islam.
Ironis
sekali bukan, seorang guru yang notabene memiliki tugas memanusiakan manusia
justru melakukan perbuatan yang melanggar hak asasi manusia. Seperti tersebut
dalam Q.S Al-Mujadalah : 11 yang menyatakan bahwa “berdakwahlah untuk mengajak orang-orang ke jalan Tuhanmu dengan nasehat
dan berdebatlah dengan baik”. Dalam ayat tersebut, seorang pendidik
diwajibkan untuk menyampaikan pengetahuan dengan cara yang halus dan
mengutamakan nasehat sebagai metode dakwah. Sama sekali tidak disebutkan dalam
ayat tersebut untuk mengajarkan tindak kekerasan terhadap anak didik.
Pendidikan
kini bukanlah sebuah media yang dapat melestarikan penanaman nilai-nilai
kemanusiaan lagi, akan tetapi pendidikan justru dipandang sebagai sebuah sistem
legitimasi kewenangan bagi seorang pendidik dalam dunia pendidikan. Para
pendidik yang tidak bertanggung jawab melakukan hal tersebut dengan dalih bahwa
perbuatan mereka digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam mengajarkan
nilai-nilai pendidikan. Sebagian orang ada yang berpendapat bahwa untuk
menegakkan kebenaran diperlukan ketegasan. Akan tetapi ketegasan yang dimaksud
bukanlah kekerasan melainkan kewibawaan
seorang pendidik dalam menyampaikan ilmu kepada anak didiknya.
Pada praktiknya, tak sedikit pendidik yang
memaknai kedua istilah tersebut secara tekstual sehingga realita yang terjadi
adalah anak didik dipandang sebagai sebuah objek yang dapat diperlakukan secara
sewenang-wenang.
Pendidikan
dan pengajaran merupakan dua hal yang hampir sama. Dalam pengajaran anak didik
hanya dituntut untuk mencerna informasi yang disampaikan oleh pendidik sehingga
peran guru di sini adalah sebagai “muallim”
yang bertugas mengontrol terjadinya transferisasi ilmu pengetahuan. Sedangkan
dalam pendidikan peran guru adalah sebagai “muaddib”
yakni selain sebagai agen ilmu pengetahuan juga sebagai pembentuk moral peserta
didik. Analoginya, jika seorang pendidik sudah memberikan contoh yang tidak
baik bagi anak didiknya, maka secara otomatis hal tersebut akan menjadi panutan
bagi anak didik untuk berperilaku seperti gurunya.
Esensi
Pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian individu muslim yang kokoh sesuai
dengan nilai-nilai kemanusiaan yang ada.
Maka tidak pantaslah seorang pendidik yang notabene menjadi uswatun hasanah bagi peserta didiknya
justru mencontohkan perilaku amoral
tersebut. Sesuai dengan pepatah; guru
kencing berdiri murid kencing berlari.
Rasulullah
SAW bersabda: “Dalam Islam itu, barang
siapa yang memberikan teladan suatu kebaikan, maka dia akan memperoleh pahala
ditambah pahala seperti yang didapat oleh mereka yang meneladaninya sesudahnya
tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dalam Islam itu, barang siapa yang
memberikan teladan suatu keburukan, maka dia akan memperoleh dosa ditambah dosa
seperti yang didapat oleh mereka yang meneladaninya sesudahnya tanpa mengurangi
dosa mereka sedikit pun.” (H.R Muslim).
Namun
kalau ada yang menilai esensi Islam dari satu sisi saja, hal ini akan
menimbulkan pemahaman yang salah terhadap pendidikan Islam. Sesungguhnya pokok
dari pendidikan Islam adalah pendidikan akhlak yang bersumber dari sang
pendidik itu sendiri. Akhlak itulah yang nantinya akan menjadi warna bagi
pribadi anak didik.
Dalam
pendidikan Islam dikenal istilah “Targhib
dan Tarhib”. Targhib dimaknai sebagai anjuran sedangkan Tarhib sebagai
larangan. Kedua hal ini sering digunakan secara bersamaan seabagai alternatif
untuk menyampaikan materi dalam proses pembelajaran.
Oleh
karena itu dalam rangka membangun generasi islami yang utuh, hal-hal yang harus
diperhatikan oleh para pendidik adalah sebagai berikut:
1. Prinsip
utama pendidikan adalah memanusiakan
manusia dalam artian segala sesuatu dalam pendidikan harus memperhatikan
aspek-aspek yang berkenaan dengan hak asasi manusia.
2. Tugas
utama pendidik adalah sebagai murobby
arwahi (pendidik akhlak peserta didik) sekaligus sebagai suri teladan bagi
bagi diri sendiri, peserta didik maupun dalam masyarakat.
3. Perlunya
membangun kesadaran baik kesadaran individu maupun kolektif dalam hal
melestarikan nilai-nilai kemanusiaan.
4. Generasi
Islam adalah tonggak penerus bangsa dan agama. Oleh sebab itu, diperlukan
pembinaaan dan latihan khusus berupa penanaman moral, etika dan ilmu pengetahuan.
By:Laila
Sangadah
“An- Nuur Room”