Minggu, 15 Januari 2012

KEKERASAN DALAM PENDIDIKAN, PANTASKAH MENURUT ISLAM ?


Penganiayaan terhadap peserta didik kembali terjadi berbagai tingkat lembaga pendidikan. Kasus tersebut merupakan salah satu bentuk ketidaksesuaian  pendidikan dengan prinsip Islam.
Ironis sekali bukan, seorang guru yang notabene memiliki tugas memanusiakan manusia justru melakukan perbuatan yang melanggar hak asasi manusia. Seperti tersebut dalam Q.S Al-Mujadalah : 11 yang menyatakan bahwa “berdakwahlah untuk mengajak orang-orang ke jalan Tuhanmu dengan nasehat dan berdebatlah dengan baik”. Dalam ayat tersebut, seorang pendidik diwajibkan untuk menyampaikan pengetahuan dengan cara yang halus dan mengutamakan nasehat sebagai metode dakwah. Sama sekali tidak disebutkan dalam ayat tersebut untuk mengajarkan tindak kekerasan terhadap anak didik.
Pendidikan kini bukanlah sebuah media yang dapat melestarikan penanaman nilai-nilai kemanusiaan lagi, akan tetapi pendidikan justru dipandang sebagai sebuah sistem legitimasi kewenangan bagi seorang pendidik dalam dunia pendidikan. Para pendidik yang tidak bertanggung jawab melakukan hal tersebut dengan dalih bahwa perbuatan mereka digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam mengajarkan nilai-nilai pendidikan. Sebagian orang ada yang berpendapat bahwa untuk menegakkan kebenaran diperlukan ketegasan. Akan tetapi ketegasan yang dimaksud bukanlah kekerasan  melainkan kewibawaan seorang pendidik dalam menyampaikan ilmu kepada anak didiknya.
 Pada praktiknya, tak sedikit pendidik yang memaknai kedua istilah tersebut secara tekstual sehingga realita yang terjadi adalah anak didik dipandang sebagai sebuah objek yang dapat diperlakukan secara sewenang-wenang.
Pendidikan dan pengajaran merupakan dua hal yang hampir sama. Dalam pengajaran anak didik hanya dituntut untuk mencerna informasi yang disampaikan oleh pendidik sehingga peran guru di sini adalah sebagai “muallim” yang bertugas mengontrol terjadinya transferisasi ilmu pengetahuan. Sedangkan dalam pendidikan peran guru adalah sebagai “muaddib” yakni selain sebagai agen ilmu pengetahuan juga sebagai pembentuk moral peserta didik. Analoginya, jika seorang pendidik sudah memberikan contoh yang tidak baik bagi anak didiknya, maka secara otomatis hal tersebut akan menjadi panutan bagi anak didik untuk berperilaku seperti gurunya.
Esensi Pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian individu muslim yang kokoh sesuai dengan  nilai-nilai kemanusiaan yang ada. Maka tidak pantaslah seorang pendidik yang notabene menjadi uswatun hasanah bagi peserta didiknya justru mencontohkan perilaku amoral tersebut. Sesuai dengan pepatah; guru kencing berdiri murid kencing berlari.
Rasulullah SAW bersabda: “Dalam Islam itu, barang siapa yang memberikan teladan suatu kebaikan, maka dia akan memperoleh pahala ditambah pahala seperti yang didapat oleh mereka yang meneladaninya sesudahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dalam Islam itu, barang siapa yang memberikan teladan suatu keburukan, maka dia akan memperoleh dosa ditambah dosa seperti yang didapat oleh mereka yang meneladaninya sesudahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (H.R Muslim).
Namun kalau ada yang menilai esensi Islam dari satu sisi saja, hal ini akan menimbulkan pemahaman yang salah terhadap pendidikan Islam. Sesungguhnya pokok dari pendidikan Islam adalah pendidikan akhlak yang bersumber dari sang pendidik itu sendiri. Akhlak itulah yang nantinya akan menjadi warna bagi pribadi anak didik.
Dalam pendidikan Islam dikenal istilah “Targhib dan Tarhib”. Targhib dimaknai sebagai anjuran sedangkan Tarhib sebagai larangan. Kedua hal ini sering digunakan secara bersamaan seabagai alternatif untuk menyampaikan materi dalam proses pembelajaran. 
Oleh karena itu dalam rangka membangun generasi islami yang utuh, hal-hal yang harus diperhatikan  oleh para pendidik  adalah sebagai berikut:
1.      Prinsip utama pendidikan adalah memanusiakan manusia dalam artian segala sesuatu dalam pendidikan harus memperhatikan aspek-aspek yang berkenaan dengan hak asasi manusia.
2.      Tugas utama pendidik adalah sebagai murobby arwahi (pendidik akhlak peserta didik) sekaligus sebagai suri teladan bagi bagi diri sendiri, peserta didik maupun dalam masyarakat.
3.      Perlunya membangun kesadaran baik kesadaran individu maupun kolektif dalam hal melestarikan nilai-nilai kemanusiaan.
4.      Generasi Islam adalah tonggak penerus bangsa dan agama. Oleh sebab itu, diperlukan pembinaaan dan latihan khusus berupa penanaman moral, etika dan ilmu pengetahuan.
By:Laila Sangadah
                                                                “An- Nuur Room”

PENDIDIKAN KORUPSI DI PESANTREN


Masa’ sch di ponpes ada “KORUPSI”???? Koq bisa???Motivnya apa???apa yang dikorupsi???kapan kejadiannya???trus pihak mana yang dirugikan???and.....siapa pelakunya???
MasyaAllah........., heran aq, ga’ di tingkat RT, Kecamatan, Kabupaten, Propinsi, Negara,...eeeehhh malah sekarang nambah lagi di pesantren. Hmhhh, emang....wabah yang satu ini paling sulit buat dihindari dan ditanggulangi. Mau dihindari, lha gimana? Orang yang mau dihindari diri sendiri, mau ditanggulangi, gimana pula? Masa’ koruptor menanggulangi koruptor.....
Untuk menjawab serentetan tanda tanya di atas, marilah kita awali lelucon ini dengan definisi “korupsi di pesantren”. Apakah itu? Korupsi merupakan sebuah tindakan mengurangi takaran objek maupun menambah takaran subjek secara diam-diam. (ell.com)
Macamnya banyak banget. Ni yahh, beberapa diantaranya; ada korupsi uang, korupsi waktu, dsb. Nah, kali ini ada jenis korupsi baru nch di pesantren. Namanya “korupsi setoran” hahaha. Wah terus gimana tuh bentuknya??? Koq jenisnya aneh gitu ya?....yah, bentuknya macem-macem. Nih banyak banget pilihannya:
1.       Korupsi tipe “Kue Donet” yang bolong tengahnya itu lhooooh,,,
Penjelasan secara detailnya seperti ini. Jadi, si pelaku mengurangi jatah setoran pada bagian tengahnya kemudian tanpa basa-basi dia lanjut ke bagian selanjutnya. Sehingga bagian tengahnya terkesan kosong alias “boloooong”.Sampel ya byar lebih clear. Q tuh pernah ya, setoran tahfidz baru dapet 2 kaca, nyampe kaca ke-3 lupa. Ya udah q lompat aja langsung ke kaca 4. Jadi korupsi dch, hehehe
2.       Korupsi tipe “....Kelelawar “Codot”
Ihhh,,, jelek banget sch namanya. Yah gimana lagi, sebutan itu je yang cocok. Si codot kan hobiinya makan buah Cuma bagian awal-awalnya kan, mesti ada yang ketinggalan. Ga dihabisin sekalian. Gimana sch caranya makan, koq malah yang dimakan yang atasnya doank, padahal barokahnya makan kan di akhir ya???
Tipe inilah yang biasanya lebih mudah dideteksi. Sebab bagian yang dikorupsi ada di akhir setoran. Hal ini sering terjadi ketika setoran tinggal kurang 3 atau 2 ayat, dan si pelaku mengalami kelupaan.  Jadi, ketahuan ibu nyai langsung parkir dch


Btw, korupsi macem itu motivnya apa??? Yah, sederhana aja.....”pengen cepet pulang” mungkin... tapi yang jelas si koruptor lagi kurang persiapan deresannya atau mungkin kondisi badan lagi kurang fit, mungkin juga lagi ada masalah sama si A’A, bisa jadi karena pusing mikirin tugas kuliah, dsl.
Lha terus, pihak yang dirugikan siapa donk??? Ya jelaslah si pelaku sendiri yang rugi. orang diri sendiri yang dizhalimi. Klw bu nyainya sch enjoy-enjoy aja. Paling-palingklw ketahuan disuruh jadi tukang parkir....
Trus solusinya kira-kira gimana ya???
Jujur, sampai saat ini belum ada lembaga khusus yang menangani permasalahan korupsi di dunia pesantren. Namun yang jelas, kunci dari penyembuhan tindak korupsi ini adalah “kesadaran diri para pelaku akan kesalahan yang telah dilakukannya”. Sebab kalu bukan diri sendiri yang mengobati, lantas siapa lagi. Oleh sebab itu, “MARI KITA BANGUN LEMBAGA MANAGEMEN DIRI (khusus penanganan korupsi) DALAM DIRI KITA”. Okokok.....

By: An- Nuur Room