Senin, 29 Februari 2016

Perumpamaan Manusia Seperti Barang Tambang dari Segi Sifat dan Nilainya


-Nafiatur Rasyidah -
Hadits no. 460
تَجِدُونَ النَّاسَ مَعَادِنَ خِيَارُهُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فِي الْإِسْلَامِ إِذَا فَقُهُوا وَتَجِدُونَ خَيْرَ النَّاسِ فِي هَذَا الشَّأْنِ أَشَدَّهُمْ لَهُ كَرَاهِيَةًقَبْلَ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ وَتَجِدُونَ شَرَّ النَّاسِ فِيْ يَوْمِ الْقِيَامَةِ عِنْدَ اللهِ ذَا الْوَجْهَيْنِ الَّذِي يَأْتِي هَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ هَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ

Penjelasan:
Hadits di atas mengandung tiga pokok pembahasan, antara lain:
1.      Perumpamaan manusia seperti barang tambang dari segi sifat dan nilainya.
2.      Orang yang paling baik dalam urusan kepemimpinan adalah ia yang tidak punya ambisi terhadap jabatan (karena mengingat tanggung jawab yang begitu besar di dalamnya)
3.      Seburuk-buruk manusia di hari kiamat di mata Allah adalah orang yang bermuka dua.
Adapun penjelasan pada setiap pion di atas adalah sebagai berikut:
1.      تَجِدُونَ النَّاسَ مَعَادِنَ خِيَارُهُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فِي الْإِسْلَامِ إِذَا فَقُهُوا
Perumpamaan manusia seperti barang tambang dari segi sifat dan nilainya
Dalam hadits ini terdapat analogi antara manusia dengan barang tambang. Kata مَعَادِنَ   dalam hadits tersebut merupakan bentuk jama’ dari مَعْدِنٌ (barang tambang) yaitu sesuatu yang stabil atau tetap di dalam bumi. Artinya barang tambang memiliki suatu sifat atau nilai yang tetap walaupun zaman sudah berganti atau bentuk barang tambang itu telah berubah.
Maksud dari خِيَارُهُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فِي الْإِسْلَامِ إِذَا فَقُهُواadalah bahwa ada sifat yang menetap atau tidak berubah dari manusia walaupun zaman sudah berganti dan ia telah berubah dari sebelum masuk islam menjadi masuk islam. Jadi antara logam dan manusia itu memiliki sifat/nilai/potensi yang menetap dan tidak berubah walaupun bentuk dan zaman telah berganti.
Untuk lebih jelasnya, berikut adalah contoh analogi barang tambang dengan manusia.
Tembaga
Ø Pada tahun 1000 sebelum masehi tembaga digunakan sebagai peralatan pendukung kehidupan manusia pada zaman itu seperti alat potong, dsb.
Ø Pada zaman modern ini tembaga masih digunakan sebagai peralatan pendukung kehidupan manusia, bahkan dengan kemajuan ilmu pengetahuan fugsinya semakin meluas, seperti dijadikan atap, campuran kabel, dan konduktor
(nilai yang tetap adalah adanya potensi menjadi alat pendukung kehidupan manusia)
Sahabat Umar bin Khattab
Ø Pada zaman jahiliyah beliau terkenal dengan sifatnya yang garang, keras, tegas, dan paling kuat melawan dakwah islam di Makkah.
Ø Semasa Islam sifat beliau tadi tidak berubah, justru dengan adanya sifat tersebut beliau menjadi pembela islam paling kuat dan ditakuti musuh
(sifat yang tetap adalah sifat garang, tegas, keras, dan kuat)
Jadi kesimpulan dari pembahasan pertama ini adalah:
ü  Di antara barang tambang dan manusia keduanya sama-sama memiliki nilai, potensi, kehebatan diri, bakat yang tetap dan tidak berubah meski terjadi perubahan bentuk maupun orientasi kehidupannya
ü  Hakikatnya, seseorang seseorang yang melakukan transformasi dalam kehidupannya (misal: jahiliyyah menjadi islam) tidak akan merubah nilai individu/potensi dirinya
ü  Nilai individu itu bahkan dapat semakin mengukuhkan/mendorong kehidupan yang dipilihnya seiring dengan adanya kefahaman terhadap kehidupan yang lebih baik (misal: sifat Sahabat Umar semakin mendorong dakwah islam setelah ia memahami islam)
ü  Bahwa islam tidak pernah merubah potensi atau karakter dari diri manusia, namun yang diubah/diarahkan adalah orientasi atau akidah menuju yang lebih benar
ü  Yang menjadikan diferensiasi antar manusia adalah kefahaman terhadap agama, semakin faham agama maka semakin terhormatlah ia.
2.      وَتَجِدُونَ خَيْرَ النَّاسِ فِي هَذَا الشَّأْنِ أَشَدَّهُمْ لَهُ كَرَاهِيَةً
Orang yang paling baik dalam urusan kepemimpinan adalah ia yang tidak punya ambisi terhadap jabatan (karena mengingat tanggung jawab yang begitu besar di dalamnya)
Bahwa sebaik-baik manusia dalam urusan kepemimpinan adalah ia yang sebelum memasuki urusan itu ia sangatlah membencinya. Kebencian itu dikarenakan ia menyadari akan besarnya tanggung jawab yang harus dipikul seorang pemimpin. Atau dengan kata lain ia tidak memiliki ambisi untuk memperoleh suatu jabatan tertentu.
Kalimatقَبْلَ أَنْ يَقَعَ فِيْهِdalamkitab Fathul Baari dijelaskan dengan kalimat أَيْ فَإِذَا وَقَعَ فِيْهِ لَا يَجُوْزُ أَنْ يَكْرَهَهُ, artinya bahwa kebencian itu hanya terbatas sebelum ia memasuki dunia kepemimpinan, sedangkan jika ia telah terpilih menjadi pemimpin, ia tidak boleh lagi membencinya serta harus melaksanakan amanah itu dengan sungguh-sungguh. Intinya adalah bahwa jabatan itu bukanlah sesuatu yang dicari apalagi diminta, namun ketika seseorang dicalonkan atau ditunjuk untuk memegang jabatan tertentu karena ia dinilai mampu dan dipercaya oleh masyarakat maka ia tidak boleh menolak dan harus melaksanakannya dengan sungguh-sungguh. Dengan demikian pesan dari hadits ini adalah jangan sekali-kali mencalonkan diri menjadi pemimpin kecuali jika dicalonkan atau ditunjuk. Karena orang yang berani mengusung seseorang menjadi pemimpin itu tandanya ia percaya bahwa orang tersebut mampu menjalankan jabatan tersebut dan ia akan senantiasa bersedia membantu orang tersebut dalam menjalankan kepemimpinannya.
Hadits di atas merupakan peringatan dari Rasulullah SAW kepada sahabat Abdur Rahman bin Samurah agar ia tidak meminta jabatan. Akan tetapi walaupun peringatan itu ditujukan kepada sahabat Abdur Rahman bin Samurah namun peringatan itu juga berlaku untuk semua umat Rasulullah SAW. Di antara alasan mengapa meminta jabatan itu dilarang adalah karena adanya dampak negatif dari jabatan yang diraih dengan ambisi, yaitu:
-          Kemungkinan besar jabatan itu akan diraih dengan cara yang tidak halal dan ketika diraih jabatan itu dapat disalahgunakan
-          Terbebani oleh jabatan itu sendiri
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam kitab Fathul Baari, sesungguhnya para pemimpin yang hanya merasakan kenikmatan dan kebahagiaan dari jabatannya serta tidak pernah mendapat kesusahan dan kesulitan, maka semasa di dunia ia harus dipecat dari jabatannya hingga ia merasakan kesulitan, atau ia akan mendapat siksaan yang lebih berat di akhirat nanti.
3.      وَتَجِدُونَ شَرَّ النَّاسِ فِيْ يَوْمِ الْقِيَامَةِ عِنْدَ اللهِ ذَا الْوَجْهَيْنِ الَّذِي يَأْتِي هَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ هَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ
Seburuk-buruk manusia di hari kiamat di mata Allah adalah orang yang bermuka dua.
Yang dimaksud “orang yang bermuka dua” dalam hadits ini adalah kaum munafik. Ia tidak memiliki pendirian dan keteguhan dalam imannya. Maka ketika ia bersama kaum muslimin, seolah-olah ia adalah bagian dari mereka. Namun ketika ia bersama kaum kafir, bisa jadi ia lebih dahsyat kekafirannya dibanding kaum kafir itu sendiri. Allah SWT pun mengancam kaum munafik yaitu bahwa mereka akan dimasukkan ke dasar neraka terdalam, sebagaimana Firman-Nya dalam Q.S. An-Nisa’:145
إِنَّ الْمُنَافِقِيْنَ فِي الدَّرْكِ الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَ لَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيْرًا
145. Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.
Orang-orang bermuka dua diancam dan dicap sebagai salah satu kaum yang paling buruk di hari kiamat karena perilaku buruknya yang membahayakan banyak pihak lain demi kepentingannya sendiri. Dalam dunia politik contoh kasus orang bermuka dua adalah seperti makelar politik sedangkan dalam dunia hiburan fenomena orang-orang bermuka dua adalah seperti para artis yang memakai pakaian muslim hanya ketika musim puasa saja namun kembali dengan gaya pakaian terbuka kembali ketika habis bulan Ramadhan.


 Dinukil dari kitab Mukhtarul Ahadits